Tulisan ini dibuat berselang hampir tiga bulan dari tulisan sebelumnya (SII #1 Bagian Pertama: Ma’rifatullah). Mohon maaf untuk lamanya jeda sebab banyak hal yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Mari kita lanjutkan yang sudah tertunda.
Mengenal Allah dengan memahami arti kata ‘Illah’, konsep ketuhanan dalam Islam:
Illah dalam لاإله إلاالله terdiri dari tiga huruf: Alif, Laam dan Haa. Merujuk ke kamus besar bahasa Arab, A-LI-HA memiliki beberapa arti:
1.Tenang/Tentram (سَكَنَ إِلَيْهِ)
Dengan mengambil makna Illah sebagai suatu yang tenang dan tentram, maka makna لاإله إلاالله adalah:
“Tidak ada yang dapat memberikan ketenangan dan ketentraman kecuali Allah”
Tidak ada hal lain yang bisa menenangkan hati dan memberikan ketentraman diri kecuali menjalin hubungan dengan Allah. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu melihat segala sesuatu dalam hidup dengan pandangan positif, khusnudzon, tenang karena Allah tahu apapun yang berada dalam hati kita, Ia tahu yang kita butuhkan.
2.Memohon Perlindungan (اِسْتَجَارَ بِهِ)
Dengan mengambil makna Illah sebagai ‘memohon perlindungan’, maka makna لاإله إلاالله adalah:
“Tidak ada yang dapat memberikan perlindungan kecuali Allah”.
Dalam Hadist Arba’in ke 19 pun telah disebutkan:
Abu Abbas Abdullah bin Abbas ra. berkata, suatu hari aku berada di belakang Rasulullah saw. [membonceng], Beliau bersabda, “Nak, aku hendak mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah, pasti Dia menjagamu. Jagalah Allah, Dia senantiasa bersamamu. Jika kamu memohon sesuatu, mohonlah kepada-Nya. Jika meminta pertolongan, mintalah tolong kepada-Nya. Ketahuilah seandainya semua umat manusia bersatu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, mereka tidak akan mampu kecuali yang sudah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya semua umat manusia bersatu untuk mencelakakanmu, mereka tidak mampu kecuali keburukan yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu. Pena sudah diangkat dan tinta sudah kering.” (HR. Tirmidzi)
3.Yang Dituju karena Rindunya (اِشْتَاقَ إِلَيْهِ)
Makna Illah yang ketiga ini berarti لاإله إلاالله bermakna:
“Tidak ada yang dapat pantas dituju karena rindunya kecuali Allah.”
Sudah sejatinya manusia menetapkan Allah sebagai tujuan utama. Sebab Allah-lah yang memberi hidup. Dengan menetapkan Allah sebagai tujuan utama, kita akan terhindar dari mudah berpaling dan mudah terbuai dengan hidup orang lain. Fokus pada tujuan utama, yaitu Allah akan mengajarkan kita untuk ikhlas dan ridho dengan apapun yang kita dapat sebab apapun yang telah diberikannya tentu yang terbaik tanpa perlu iri melihat kehidupan orang lain.
4.Paling Dicintai (وُلِعَ بِهِ)
Illah juga mempunyai arti ‘paling dicintai’. Maka لاإله إلاالله mempunyai makna:
“Tidak ada yang paling dicintai dan dirindukan kecuali Allah.”
Kita semua tahu, satu-satunya cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan adalah cinta Allah. Sekalipun kita sedang futur-futurnya, Allah tetap mencintai kita, bersabar menunggu kita mendekat kembali, tetap mengampuni jika kita memohon ampunan serta tetap mendengarkan saat kita berdoa. Maka tak ada dzat lain yang boleh mengalahkan cinta kepada Allah, tidak harta, tidak seseorang, atau apapun yang kita miliki di dunia.
Cinta mempunyai tabiatnya sendiri: pengorbanan. Maka, jika sudah cinta, seseorang akan rela berkorban untuk hal yang dicintainya. Tabiat inilah yang bisa kita jadikan tolok ukur seberapa cinta kita kepada Yang Maha Mencintai.
5.Mengabdi (عَبَدَهُ)
Arti Illah selanjutnya adalah ‘mengabdi’. Maka لاإله إلاالله mempunyai makna
“Tidak ada yang paling pantas untuk tempat mengabdi kecuali Allah.”
Makna ini adalah makna yang merangkum semua arti Illah lainnya. Yang memberi rasa tentram, Dzat di mana kita memohon pertolongan, Dzat yang dituju, dirindu serta yang paling dicintai adalah yang paling sempurna menerima pengabdian kita seluruhnya.
Mengenal Allah dengan memahami Tauhid
Tauhid terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah adalah meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptkan oleh Allah SWT. Allah-lah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang dan seluruh hal yang terjadi di dunia ini.
Bukti bahwa Allah-lah yang mempunyai kuasa mengatur alam semesta terdapat dalam beberapa ayat Al Qur’an
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 1)
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raf: 54)
Seorang muslim sudah seharusnya mengakui tauhid rububiyah ini. Akan tetapi, hal ini belum cukup sebab kaum musyrik pun mengakui tauhid rububiyah ini. Kaum musyrik pun percaya bahwa Allah adalah Rabb yang mengatur alam semesta, sebagaimana yang terdapat dalam Surat Yunus:
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka Katakanlah ‘Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?’” (QS. Yunus: 31)
Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh berhenti hanya pada mengimani Allah sebagai Rabb pengatur alam semesta. Iman tersebut harus kita wujudkan dalam bentuk ibadah. Hal inilah yang disebut tauhid ibadah atau tauhid uluhiyah.
2.Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah tauhid ibadah. Maka tauhid uluhiyah ini dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah kepada Allah ta'ala. Ibadah yang dilakukan dengan dasar kecintaan, khauf (takut), raja’ (harapan), tawakkal, raghbah (permohonan dengan sungguh-sungguh), rahbah (perasaan cemas), dan doa hanya bagi Allah satu-satunya.
Ibadah yang dilakukan dengan murni, baik ibadah yang lahir maupun yang batin hanya bagi Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya serta tidak menjadikan hal tersebut untuk selain-Nya. Tidak untuk malaikat yang dekat dengan Allah ta'ala, tidak pula bagi para nabi yang diutus, terlebih lagi bagi selain keduanya.
3.Tauhid Asma wa Sifat
Tauhid asma wa sifat adalah iman kepada nama dan sifat Allah. Seperti yang kita ketahui bersama, Allah mempunyai nama-nama agung dalam Asmaul Husna, seperti yang telah difirmankan-Nya
“Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki asma’ul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah-artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf: 180)
Memahami nama dan sifat Allah akan membuat kita lebih percaya bahwa Allah Maha Segalanya. Kita sebagai seorang muslim akan lebih tenang dengan rizki yang kita terima sebab Allah adalah Ar Razaaq (Yang Maha Memberi Rizki). Kita tenang saat memohon ampun karena yakin Allah adalah Al Ghaffaar (Yang Maha Pengampun). Kita tenang saat dicurangi orag lain sebab kita percaya bahwa Ia adalah Al ‘Adl (Yang Maha Adil). Mengimani nama-nama dan sifat Allah akan membuat kita semakin jatuh cinta serta merasa cukup. Cukup mangadu pada satu Dzat saja Yang Maha Segalanya, mengadu sejujur-jujurnya.
- Disarikan dari Materi Studi Islam Intensif YISC Al Azhar dan beberapa sumber lain -
Repost from Khoiriyalatifah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar