Rabu, 14 Maret 2018

Tentang Cinta

Cinta …
Entah mengapa di sore hari ini dengan ditemani suara rintikan hujan, saya ingin menuliskan sesuatu tentang cinta. Sebenarnya hal ini adalah hal yang tidak ingin saya membahasnya tapi entah mengapa dalam hati yang paling dalam ingin mencoretkan sesuatu tentang ini, tentang cinta.


Cinta, saya baru sadar cinta itu tidak memerlukan alasan. Selama ini, saya memikirkan kriteria apa saja untuk menjadi pemilik cintaku, ternyata itu salah karena cinta tidak memerlukan kriteria.


Cinta itu bukan karena kebaikan, kemampuan, kemarihan, kealiman ataupun sejenisnya yang dimiliki seseorang yang membuat kita kagum dan akhirnya memendam rasa kepadanya. Cinta itu murni karena kehendakNya, kita tidak tahu bagaimana, apa, dan dengan siapa kita akan jatuh cinta. Ketika cinta itu datang ketika itu pula kita bertanya-tanya apa alasan mengapa Allah menghendaki kita jatuh cinta kepadanya, dan alasannya hanya Allahlah yang tahu karena Allah telah menuliskan cerita cinta hambanya pada Lauhul Mahfudz.


Hanya saja sikap kita yang paling tepat untuk menyikapi datangnya cinta, menurut saya setelah membaca buku, mengikuti seminar, dan menimba ilmu tentang ini, sikap yang paling tepat adalah memperbaiki diri sebaik-baiknya mulai dari akhlak serta aqidah, berikhtiar kepada Allah, jika cinta datang belum waktunya(belum siap kita menerimanya) maka jauhi dia yang membuat kita merasakan itu, jika cinta datang tepat pada waktunya mantapkan hati untuk menjalin hubungan yang halal Allah akan menolong hambanya yang berniat untuk menyikapi cinta dengan cara yang halal itu Janji Allah , mintalah kepada Allah bagaimana petunjuk langkah yang paling tepat dan benar untuk menghadapi cinta.


Karena dengan cinta, 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam mengatakan,
“Ada tujuh golongan manusia yang mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya…diantara mereka adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah.
Keduanya berjumpa karena Allah, berpisah juga karena Allah”.
“Ada tiga golongan yang wajib bagi Allah menolong mereka. Pertama, budak mukatab yang ingin melunasi dirinya agar bisa merdeka. Dua, orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya dari ma’shiat. Dan ketiga, para mujahid di jalan Allah.” (HR At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Subhanallah, dengan kita menjadikan cinta itu halal dan mendapat ridhaNya kita bisa merasakan keridhaanNya masuk dalam SurgaNya, Insya'Allah.
Saat ini hal yang paling tepat adalah merenungkan apakah sikap kita tentang cinta benar atau salah, menyikapi cinta dengan Halal adalah yang Terbaik.
Perbaiki diri, berikhtiar, dan memohon kepada Allah agar jatuh cintakan kepada seorang yang baik untuk kita. Sudah jelas Allah akan menyandingkan hambanya yang baik dengan hambanya yang baik pula, dan sebaliknya (An-nur : 26).
Jadi, Perbaiki diri dan sambutlah Cinta dengan cara yang Halal, Demi memperoleh Keridhaan-Nya….


Annisa Putri Aryati
10 November 2014



  

POLIGAMI : Antara Keadilan dan Perasaan 2

sambungan dari part 1 (klik)
Asy Syifa masih riuh ketika Ustadz Deden hendak melanjutkan penjelasannya kembali.
“Mari kita lanjutkan. Setelah menyarankan untuk menikahi dua, tiga atau empat perempuan dengan tujuan memberikan keadilan (dan perlindungan), Allah kemudian memfirmankan ini ‘Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja…’.”

“Sejenak kita sampingkan kalimat ini dan kita fokus pada kosa kata adil dalam ayat ini yang Allah sebutkan dalam dua jenis kata yang berbeda:  تُقْسِطُوا  di awal dan  تَعْدِلُوا  di akhir. Artinya apa?  تُقْسِطُوا  biasa dipakai untuk menggambarkan keadilan yang besar. Memberi perlindungan kepada anak yatim, sesama muslim yang ditinggal mati ayahnya dalam perang, dan sebagainya adalah perkara yang besar. Menikahi mereka dengan niat memberi perlindungan adalah hal besar. Sesuatu yang besar. Maka  تُقْسِطُوا  dipakai untuk menggambarkan keadilan yang besar ini. Sedangkan  تَعْدِلُوا   biasa dipakai untuk menggambarkan keadilan dalam hal-hal kecil, seperti salah satunya adalah perasaan. Keadilan perasaan. Maka, jika kita takut tidak bisa adil (dalam hal kecil, sekalipun itu sekecil perasaan), maka lebih baik nikahilah seorang saja.”

Tak pelak kami, yang perempuan, tersenyum-senyum dan para laki-laki manggut-manggut memahami hal ini sebagai sesuatu yang besar sekali nampaknya. Ada rasa terharu yang entah darimana datangnya. Rasa-rasanya Allah sungguh mengasihi kami, hanya kami tak pernah sadar. Bahkan hal sekecil perasaan saja Ia pertimbangkan.

“Maka, sampai pada titik ini kita seharusnya menyadari sesuatu, bahwa: keadilan tidak selalu sama. Keadilan untuk laki-laki tidak selalu sama karena tidak semua bisa melakukan pernikahan dengan lebih dari satu wanita, ini ditimbang berdasarkan kemampuannya dalam agama dan dalam hal apapun ditambah dengan syarat-syarat yang kita telah bahas tadi bahwa perempuannya harus begini, bahwa cara yang lebih afdol adalah begini dan sebagainya. Ada kalanya adil bagimu adalah dengan menikahi satu saja. Kamu tetap berbuat adil kepada istrimu dan kepada saudaramu dengan menjaga keadilan perasaan tadi. Itu adil. Jangan dikira tidak. Itu adil, keadilan yang kecil namun menghindari suatu mudharat besar bernama aniaya.”

“Maka, pilih adil yang mana?”
Kami tertawa, kami malu, sebab keadilan yang kami pilih mungkin hanya keadilan kecil.
“Lantas, mari kita lihat lagi. Allah menyebutkan ‘seorang’ dengan kata ‘wahidah’. Wahid itu satu. Wahid itu sifat Allah. Mengapa penggunaan katanya wahid? Sebab yang satu itu adalah utama, terutama dan punya keutamaan. Maka, kalian perempuan yang Allah sebut sebagai wahidah, jika ingin menjadi perempuan yang utama, milikilah keutamaan. Seperti Khaadijah, seperti Fatimah.”
Dan mata kami berkaca-kaca. Kami, yang awalnya cemburu kini justru malu. Kecemburuan kami hadir karena kurangnya ilmu kami sendiri. Karenanya, kami tak memahami pemaknaan ayat yang seindah ini.

“Kemudian bagaimana jika ada seorang wanita yang justru mencarikan wanita lain untuk dinikahi suaminya? Ya tidak apa-apa. Berarti hatinya telah diberikan kepada Allah, tujuannya adalah untuk mencapai suatu keadilan yang besar. Syahwatnya telah luruh menjadi ibadah dan ibadah. Tidak apa-apa, bukan berarti dia tidak menjadi wanita yang utama. Ada keistimewaan lain yang ia punya.”

“Dalam perkara dicarikan istri lagi ini, laki-laki juga ada adabnya. Kita harus mengingat bagaimana santunnya Rasulullah menjawab pinangan seorang wanita yang disampaikan melalui bibinya waktu itu. Beliau, dengan kerendahan hatinya menjawab bahwa beliau sudah cukup dengan istrinya saat itu. Itu adabnya. Maka jika esok kalian menemui istri kalian mencarikan lagi istri untuk kalian karena satu hal tertentu, jawablah dengan penuh kerendahhatian dan kewibawaan ‘saya, cukup dengan kamu saja’ itu adabnya. Selanjutnya, monggo, bisa dibicarakan.”

Kemudian kami tersenyum-senyum lagi, perasaan berkecamuk tak karuan.
“Nah, selesai sudah penjelasannya. Tinggal kita hendak memilih keadilan yang bagaimana: yang pertama atau yang kedua. Kedua-duanya sama-sama baik. Kedua-duanya sama-sama menuju tempat yang sama jika niatnya benar: Surga.”
Saya diam. Maka benar bahwa “menikah itu tidak hanya dunia, tapi dunia-akhirat seisinya.” mengutip hal yang disampaikan  Dr. H. Akhmad Alim, Lc, MA. pada majelis empat minggu sebelumnya.

Kami, terlebih saya, pulang dengan membawa pemikiran yang terus berputar-putar. Saya bersemangat sekali untuk menceritakan ini hanya takut salah pemaparan (karena dalam pemaparan aslinya Ustadz Deden banyak menerangkan tentang ilmu nahwu, pemilihan kata, penerjemahan dalam bahasa arab dll yang kurang saya pahami). Tapi pada akhirnya, saya beranikan dengan niat baik ingin berbagi ilmu. Semoga kesalahan yang saya perbuat dalam pemaparannnya bisa dikoreksi oleh teman-teman yang lebih tahu.

Demikian kiranya. Semoga dapat menjadi pembelajaran.
Semangat.
Semoga kita dapat menjadi manusia yang adil dalam setiap urusan :)
*disarikan dari ceramah Ust. Deden Makhyaruddin dalam kajian Madrasah Peradaban,  280516, Masjid Asy Syifa, Jakarta Pusat.

**kekurangtepatan penjelasan karena terbatasnya ilmu penulis dalam membahasakannya kembali. Mohon dikoreksi jika berkenan.

- Repost from tumblr Khoiriyalatifah

POLIGAMI : Antara Keadilan dan Perasaan 1

Majelis hari itu (28/05/16) tidak seperti biasanya. Perbandingan laki-laki dan perempuan nampak sekali: 1 banding 5 padahal biasanya tidak terlalu jomplang begitu. Ditambah lagi, pembahasan di majelis kali ini topiknya ‘luar biasa’, An Nisa’ ayat 3. 
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Belum-belum, kami (perempuan, red) sudah malas duluan membahasnya. Belum apa-apa, kami sudah cemburu. Iya, sudah cemburu. Padahal kalau dipikirkan, belum juga menikah, malah…belum juga ada calonnya. Tapi, kami sudah cemburu hanya dengan disinggung saja. Sekali lagi saya ulangi, kami sudah cemburu (di mana di sisi lain sana ada yang bersorak-sorai). Dan saya sadar, inilah bentuk asli perasaan seorang perempuan. Hadir direct dari kedalaman hatinya. Banyak ragam bentuk cemburu yang saya amati dari wajah kawan-kawan saya saat itu: ada yang sengaja tidak mau menatap layar materi, ada yang mementahkan tiap rincian materi pembuka, ada yang memasang muka masam, ada yang diam saja tapi diam-diam hatinya tergerus (saya misalnya). Hahaha.

Tapi, kami mendengarkan dan merekam setiap perkataan Ustadz Deden Makhyaruddin, waktu itu. Secemburu-cemburunya, kami tetap lebih ingin memenuhi keingintahuan tentang ilmunya, tentang bagaimana hukumnya, sebab hal ini tidak terlepas dari kehidupan kami nantinya mau suka maupun tidak suka.
Dan, tak disangka, Ustadz Deden menerangkan hal ini dengan indah sekali. Persis seperti Allah menuliskannya dalam An Nisa ayat 3.
“Ini ayat tentang apa?” tanya Ustadz Deden mengawali penjelasannya
Maka, dengan malas-malas sebal (kami, perempuan) dan dengan takut-takut bingung campur senyum-senyum yang entah apa artinya (para laki-laki) menjawab “Tentang poligami dalam islam.”
“Salah.” dan kami pun diam, bingung.
“Pemahaman awalnya saja sudah salah, maka jangan tanya pengamalannya. Siapa bilang ini ayat tentang poligami?”
Kami diam

“Jelas-jelas Allah mengawalinya dengan  ‘Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil’. Sudah jelas ini ayat tentang keadilan.”
Kami masih terus diam, namun hati kami penasaran. Pembahasan ini mulai menarik.
Ustadz Deden tersenyum puas melihat kami kebingungan sekaligus penasaran.
“Mengapa sih Allah menempatkan perempuan sebagai objek di ayat ini?”

Kami masih diam sebab kami memang tak punya ide sama sekali tentang apa jawabannya.
“Sebab dahulu, jaman Rasulullah hidup, perempuan adalah objek ketidakadilan dan mungkin saat ini pun masih. Dan dengan ayat ini, Allah hendak mengangkat keadilan untuk para perempuan.”
“Coba dicermati, mengapa di sana disebutkan tentang anak yatim terlebih dahulu? Karena anak yatim, dan perempuan, adalah objek ketidakadilan yang paling besar, dahulu. Ketika ayahnya meninggal, iya tidak mempunyai tempat perlindungan. Salah satu tempat perlindungan yang paling baik adalah mencarikannya laki-laki yang mau menikahinya (sekaligus memberikan keadilan kepadanya). Dan, jumlah anak yatim perempuan itu tak terbanyang banyaknya waktu itu, sebab perang merenggut ayah-ayah mereka sehingga mereka terlunta-lunta bersama harta ayah mereka yang banyak, yang telah ditinggalkan. Maka, tempat perlindungan yang baik adalah suami. Maka, bagi siapapun yang hendak berbuat adil kepada saudaranya, menikahi anak yatim adalah lebih utama untuk menjaga hak-haknya, memberikan perlindungan dan memberikan keadilan.”
Kami diam, masih diam.

“Coba, cermati lagi, adakah unsur perasaan di sini? Tidak ada sama sekali.”
Kami saling berpandangan.
“Mari kita coba bahas kalimat selanjutnya. Di sana disebutkan jika takut tidak bisa berbuat adil kepada anak-anak yatim itu, maka menikahlah dengan wanita-wanita lain (yang kamu senangi). Kita ralat di sini, sebab terjemahan di sini agak rancu. Dilihat dari struktur bahasa arabnya, harusnya terjemahannya adalah: yang menyenangimu. Saya sudah usulkan perbaikannya kepada kementrian agama, namun sepertinya belum difollow up saja. Jadi, sekali lagi, tidak ada dorongan perasaan di sini, ketika seorang laki-laki harus memutuskan untuk menikahi lebih dari 1 perempuan.”
“Maka, itulah kenapa Rasulullah tidak pernah menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup. Sebab Rasulullah menikahi Khadijah dengan perasaannya, dengan rasa cinta, bukan atas dorongan membagi keadilan.”

Maka mahfumlah kami, mengapa Khadijah dan putrinya, Fatimah adalah dua perempuan utama yang tidak pernah dimadu suaminya: Rasulullah dan Ali bin Abi Thalib. Dalamnya perasaan Rasulullah kepada Khadijah dapat terlihat dari cemburunya Aisyah kepada sosok ini sekalipun Khadijah telah meninggal. Kita juga tentu sudah sering mendengar bagaimana kisah Fatimah dan Ali. Keduanya adalah dua orang yang pandai menyembunyikan perasaan, bahkan syaitan pun tak mengetahuinya. Keduanya sudah jatuh cinta jauh-jauh hari, sejak lama sekali dan menikahlah mereka karena rasa cinta itu.

Kembali kepada penjelasan Ustadz Deden
“Kita lihat selanjutnya, disebutkan ‘menikahlah dengan dua, tiga atau empat’. Artinya, menikahlah dengan langsung dua orang, tiga orang, atau empat sekaligus. Tidak satu-satu. Itu tata cara sunnahnya. Lebih baik seperti itu. Sebab jika menikah satu, kemudian nambah satu, nambah lagi, ada perasaan yang akan ikut serta di situ. Ada perasaan yang dulunya utuh, kemudian terbagi. Berbeda jika langsung dua, tiga atau empat, memang sudah sejak awal dibagi, sudah sejak awal adil sehingga diharapkan kedepannya lebih dekat dengan keadilan.”

Kami riuh rendah, semuanya. Sebab ini adalah ilmu yang baru sekali kami dapat. Banyak bisik-bisik heboh di sana-sini, perempuan maupun laki-laki. Pembahasan ini kian menarik lagi. Kami tak lagi cemburu, iya, tak lagi cemburu. Bagi kami perempuan, hal ini masuk akal, sebab jika sejak awal kami sudah diberikan jatah setengah, atau sepertiga, atau seperempat, maka tentu kami akan paham kedepannya bahwa hak kami memang hanya sebagian itu, tidak seluruhnya. Berbeda jika awalnya kami mendapat utuh, kemudian harus membaginya di pertengahan perjalanan. Ada retak yang entah bagaimana rasanya jika membagi hal yang sangat dicintai, dan hal ini berhubungan dengan pembahasan selanjutnya: keadilan perasaan.

“Kemudian, siapa sih wanita yang pantas untuk dinikahi ini? Mari kita lihat penggalan ini  مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ . Di situ, dituliskan  مَا . Berdasarkan ilmu nahwu,  مَا  itu dipakai untuk benda mati, untuk yang tidak mempunyai hati.  مِنَ النِّسَاءِ artinya wanita. Berdasarkan strukturnya, dapat ditarik arti bahwa wanita yang dimaksud adalah wanita yang ‘hatinya telah mati’ artinya, ia tidak lagi menempatkan perasaan untuk sebuah pernikahan. Ia menempatkan keinginan akhirat di atas segalanya: demi keadilan, demi perlindungan, demi terjaga kesuciannya, demi menghindari fitnah dan lain-lain. Sekali lagi, tidak ada dorongan perasaan di sini. Terlebih, tidak ada dorongan syahwat di sini.”

Kami diam senyum-senyum.
“Lalu, ada tidak wanita itu jaman sekarang?” tanya Ustadz Deden senyum-senyum juga.
“Sulit, Ustadz.” para laki-laki menjawab lirih-lirih.
“Makanya, bisa nggak nikah lebih dari satu?”
Kami tertawa dan menjawab serentak “Sulit, Ustadz.” dan keadaan riuh rendah beberapa lama.
“Nah makanya….”
Kami senyum-senyum sendiri. Asy Syifa riuh rendah di sana-sini.
bersambung part 2 (klik)
*disarikan dari ceramah Ust. Deden Makhyaruddin dalam kajian Madrasah Peradaban,  280516, Masjid Asy Syifa, Jakarta Pusat. 

**kekurangtepatan penjelasan karena terbatasnya ilmu penulis dalam membahasakannya kembali. Mohon dikoreksi jika berkenan.

- Repost from tumblr Khoiriyalatifah

Lelaki yang Kamu Cari

Kalau di tengah perjalanan, kamu bertemu dengan lelaki yang kerjanya malas-malasan, banyak mengeluh dan alasan, juga banyak berbicara tentang “akan dan nanti”, lupakan saja. Ditengah sifatnya yang merasa superior, laki-laki adalah jenis manusia yang mudah dipatahkan harga dirinya. Dipatahkan oleh kemalasannya sendiri.

Pernah satu hari, teman saya mengatakan kalau perempuan itu matre. Bagi saya, perempuan “harus” matre biar laki-laki pemalas seperti dia ini mau bekerja keras. Tidak hanya mencari yang mau hidup susah. Padahal sejatinya, laki-laki yang bertanggungjawab tidak akan pernah membiarkan perempuan yang dicintainya hidup susah!

Kalau kamu lihat laki-laki lebih banyak nongkrongnya daripada aksi nyatanya, lupakan. Sebab kamu tidak sedang mencari teman yang sekedar teman, kamu sedang mencari ayah yang baik untuk anak-anak yang akan lahir dari rahim sucimu. Dan itu bukanlah sesuatu yang sederhana dan hanya sekedar cinta, butuh lebih dari itu, yaitu pengorbanan.

Coba dengarkan kata-kata yang lahir dari bicaranya, dengarkan baik-baik. Maka itulah isi kepalanya. Tempat dimana nantinya kamu tinggal, cari tempat tinggal yang baik. Sebuah pikiran yang jernih, penuh ilmu pengetahuan, penuh kosakata yang baik, dan lurus.

Coba lihat bagaimana dia membelanjakan uangnya. Laki-laki yang bertanggungjawab benar tahu siapa saja yang berhak atas harta yang dia dapatkan. Habiskah hanya untuk kesenangan atau sesuatu yang lebih bermakna dari itu. Karena nantinya, harta itu akan berada dalam kendalimu. Sesuatu yang banyak melenakan keluarga adalah harta.

Coba lihat baik-baik, di antara begitu banyak laki-laki yang kamu kenal. Mungkin hanya sedikit yang layak menjadi ayah suatu hari nanti. Dari yang sedikit itu, coba cari tahu bagaimana perjalanan hidupnya. Karena belajar tentang proses hidup seseorang akan mengantarkan kita pada sebuah pemahaman bahwa laki-laki yang bertanggungjawab tidak serta merta demikian. Karena pada dasarnya laki-laki itu liar. Sebab itu, yang terbaik dari mereka adalah yang memiliki kemampuan mengendalikan dirinya sendiri.
Selamat mencari tahu.

©kurniawangunadi

Ku Serahkan Putriku Padamu

Saat pertama kali putri kecil kami terlahir di dunia, dia menjadi simbol kebahagiaan bagi kami, orang tuanya. Bahagia yang tiada tara kami rasakan karenanya. Kami menjaganya siang dan malam, sampai kami melupakan keadaan diri sendiri. Kami sadar, memang seharusnyalah seperti itu kewajiban orang tua.


Kami besarkan dia dengan segenap jiwa dan raga. Kami didik dengan semaksimal ilmu yang kami punya. Dan kami jaga dia dengan penuh kehati-hatian.
Dan waktupun berlalu…
Dia kini telah menjadi sesosok gadis yang cantik. Betapa bangga kami memilikinya. Kami berpikir, betapa cepat waktu berlalu, dan terbersit dalam hati kami untuk tetap menahannnya disini. Bukan bermaksud meletakkan ego kami atas hidupnya, Namun sebagai orang tua, siapa yang dapat berpisah dari anaknya. Putri kesayangannnya.


Tapi,…
Hari ini, akhirnya datang juga. Saat dimana kami harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik, yaitu gaun pengantinnya. Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa. Dan sesudah ijab kabul ini, kau-lah kini yang menjadi penjaganya. Menggantikan kami. Mari ikatkan tanganmu kepadanya.
Waktu akhirnya memaksa kami berpisah dengannya. Walaupun kau adalah orang yang asing dan baru sebentar dikenalnya, sedangkan kami adalah orang tuanya yang telah mengorbankan semua yang kami punya untuknya. Namun, tak ada sama sekali kemarahan kami atas dirimu, menantuku. Namun ijinkan kami sedikit meluapkan kesedihan atas seorang putri kami yang harus jauh meninggalkan kami, karena harus mengikutimu. Kamipun tak akan protes kepadamu, karena mulai hari ini, dia harus mengutamakan kau diatas kami.


Tolong, jangan beratkan hatinya, karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu. Seperti hal nya anak yang ingin berbakti kepada orang tua, pun demikian dengannya. Kami tidak keberatan apabila harus sendiri, tanpa ada gadis kecil kami dulu yang selalu menemani dan menolong kami dimasa tua.


Kami menikahkanmu dengan anak gadis kami dan memberikan kepadamu dengan cuma-cuma, kami hanya memohon untuk dia selalu kau jaga dan kau bahagiakan.
Jangan sakiti hatinya, karena hal itu berarti pula akan menyakiti kami. Dia kami besarkan dengan segenap jiwa raga, untuk menjadi penopang harapan kami dimasa depan, untuk mengangkat kehormatan dan derajat kami. Pengabdiannya pada suami akan menjadi pahala bagi kami. Namun kini kami harus menitipkannya kepadamu. Kami tidaklah keberatan, karena berarti terjagalah kehormatan putri kami.


Jika kau tak berkenan atas kekurangannya, ingatkanlah dia dengan cara yang baik, mohon jangan sakiti dia, sekali lagi, jangan sakiti dia.
Suatu saat dia menangis karena merasa kasihan dengan kami yang mulai menua, namun harus sendiri berdua disini, tanpa ada kehadirannya lagi. Tahukah engkau wahai menantuku, bahwa kau pun memiliki orang tua, pun dengan istrimu ini. Disaat kau perintahkan dia untuk menemani orang tuamu disana, pernahkah kau berpikir betapa luasnya hati istrimu? Dia mengorbankan egonya sendiri untuk tetap berada disamping orang tuamu, menjaga dan merawat mereka, sedang kami tahu betapa sedih dia karena dengan itu berarti orang tuanya sendiri, harus sendiri. Sama sekali tiada keluh kesah darinya tentang semua itu, karena semua adalah untuk menepati kewajibannya kepada Allah.
Dia mementingkan dirimu dan hanya bisa mengirim doa kepada kami dari jauh. Jujur, sedih hati kami saat jauh darinya. Namun apalah daya kami, memang sudah masa seharusnya seperti itu, kau lebih berhak atasnya dari pada kami, orang tuanya sendiri.


Maka hargailah dia yang telah dengan rela mengabdi kepadamu. Maka hiburlah dia yang telah membuat keputusan yang sedemikian sulit. Maka sayangilah dia atas semua pengorbanannya yang hanya demi dirimu. Begitulah cantiknya putri kami, Semoga kau mengetahui betapa berharganya istrimu itu, jika kau menyadari.

- Repost from tumblr Dokter Fina

Berhati-hati dalam Berbicara

Apabila ingin berbicara hendaklah memikirkan terlebih dahula faedah yang akan di peroleh atau tidak. Jika dirasa tidak ada faedahnya maka diam lebih baik.

Yahya bin Mu'adz berkata, “Hati ibarat periuk yang mendidih, sementara lisan adalah gayungnya”
perhatikanlah orang yang sedang berbicara, sesungguhnya, yang ia bicarakan menunjukan apa yang ada didalam hatinya, manis, kecut, segar, asin, dan lain sebagainya. Cidukan lisanya akan menjelaskan isi hatinya. Sebagaimana kamu mencicipi apa yang ada  didalam periuk dengan lisanmu, begitu juga kamu akan mengetahui isi hatinya lewat ucapan lisanya.

Gerakan yang paling ringan adalah gerakan lisan, namaun ia adalah gerakan yang paling membahayakan bagi hamba.
ada hamba yang datang di hari kiamat dengan membawa amal sebesar gunung, namun ia mendapati lisanya menghancurkan semua amalnya.
Abu Bajar Ra. pernah menunjukan lisanya seraya berkkata,
ini adalah sumber bencana bagiku”
Perkataan adalah Tawananmu,namun apabila ia keluar dari lisanmu, kamu pasti akan menjadi Tawananya
Tidak satu ucapan pun yang diucapkan melainkan didekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir” - Qaf[50]:18

~~untuk aku dan orang yang pernah aku sakiti dengan Lisan~~

- Repost from tumblr Waldschalf

Baik lebih susah daripada Cantik

Kalau kamu mencari cantik, mudah sekali karena hari ini para perempuan berlomba-lomba untuk  tampil cantik. Lalu ketika perempuan sudah terlihat cantik, apa lagi yang kamu cari? Dan selalu akan ada yang lebih cantik, selalu akan lahir pula yang semakin cantik.
Bila sudah demikian, apalagi yang kamu cari? Bukankah cantik akan kalah dengan waktu? Kecantikan itu akan kalah oleh terik matahari dan hujan yang deras, kalah oleh debu jalanan dan asap kendaraan. Cantik itu mudah sekali dikalahkan dan perempuan selalu merasa  tidak aman bila ada yang lebih cantik darinya.
Kamu tahu apa yang bisa bertahan dan bisa mengalahkan waktu? Namanya kebaikan hati. Kebaikan yang akan terus hidup dan semakin  memesona setiap orang yang tersentuh hatinya. Kalau semua sudah tampak cantik, apalagi yang kamu cari selain kebaikan hati?
Kebaikan yang bisa menggema hingga kehidupan anak cucumu nanti. Kebaikan yang membuat cemburu seluruh bidadari. Mengapa kamu masih mencari yang cantik dan lebih cantik lagi? Itu tidak akan pernah ada habisnya, kan?
- Kurniawan Gunadi

 ^^

Tulisan yang menguatkan dalam Masa Penantian

Assalamu’alaikum …
Entah angin apa yang membuai hari ini, membuatku begitu berani mencoretkan sesuatu untuk dirimu yang tidak pernah aku kenali. Aku sebenarnya tidak pernah berniat untuk memperkenalkan diriku kepada siapapun. Apalagi mencurahkan sesuatu yang hanya aku khususkan buatmu sebelum tiba masanya. Kehadiran seorang lelaki yang menuntut sesuatu yang kujaga rapi selama ini semata-mata buatmu, itulah hati dan cintaku, membuatku tersadar dari lenaku yang panjang. Ibu telah mendidikku semenjak kecil agar menjaga maruah dan mahkota diriku karena Allah telah menetapkannya untukmu suatu hari nanti. Kata ibu, tanggungjawab ibu bapak terhadap anak perempuan ialah menjaga dan mendidiknya sehingga seorang lelaki mengambil-alih tanggungjawab itu dari mereka.


Jadi, kau telah wujud dalam diriku sejak dulu. Sepanjang umurku ini, aku menutup pintu hatiku dari lelaki manapun karena aku tidak mau membelakangimu. Aku menghalang diriku dari mengenali lelaki manapun karena aku tidak mau mengenal lelaki lain selainmu, apa lagi memahami mereka. Karena itulah aku sekuat ‘kodrat yang lemah ini’ membatasi pergaulanku dengan bukan mahramku. Aku lebih suka berada di rumah karena rumah itu tempat yang terbaik buat sorang perempuan. Aku sering merasa tidak selamat dari diperhatikan lelaki. Bukanlah aku bersangka buruk terhadap kaummu, tetapi lebih baik aku berwaspada karena contoh banyak di depan mata.

Aku palingkan wajahku dari lelaki yang asyik memperhatikan diriku atau coba merayuku. Aku sedaya mungkin melarikan pandanganku dari lelaki ajnabi (asing) karena Sayyidah Aisyah r.a pernah berpesan, “Sebaik-baik wanita ialah yang tidak memandang dan tidak dipandang oleh lelaki.” Aku tidak ingin dipandang cantik oleh lelaki. Biarlah aku hanya cantik di matamu. Apalah gunanya aku menjadi idaman banyak lelaki sedangkan aku hanya bisa menjadi milikmu seorang. Aku tidak merasa bangga menjadi rebutan lelaki bahkan aku merasa terhina diperlakukan sebegitu seolah-olah aku ini barang yang bisa dimiliki sesuka hati.

Aku juga tidak mau menjadi penyebab kejatuhan seorang lelaki yang dikecewakan lantaran terlalu mengharapkan sesuatu yang tidak dapat aku berikan. Bagaimana akan kujawab di hadapan ALLAH kelak andai ditanya? Adakah itu sumbanganku kepada manusia selama hidup di muka bumi? Kalau aku tidak ingin kau memandang perempuan lain, aku dululah yang perlu menundukkan pandanganku. Aku harus memperbaiki dan menghias pribadiku karena itulah yang dituntut oleh Allah. Kalau aku ingin lelaki yang baik menjadi suamiku, aku juga perlu menjadi perempuan yang baik. Bukankah Allah telah menjanjikan perempuan yang baik itu untuk lelaki yang baik?

Tidak kunafikan sebagai remaja, aku memiliki perasaan untuk menyayangi dan disayangi. Namun setiap kali perasaan itu datang, setiap kali itulah aku mengingatkan diriku bahwa aku perlu menjaga perasaan itu karena ia semata-mata untukmu. Allah telah memuliakan seorang lelaki yang bakal menjadi suamiku untuk menerima hati dan perasaanku yang suci. Bukan hati yang menjadi labuhan lelaki lain. Engkau berhak mendapat kasih yang tulen.

Diriku yang memang lemah ini telah diuji oleh Allah saat seorang lelaki ingin berkenalan denganku. Aku dengan tegas menolak, berbagai macam dalil aku kemukakan, tetapi dia tetap tidak berputus asa. Aku merasa seolah-olah kehidupanku yang tenang ini telah dirampas dariku. Aku bertanya-tanya adakah aku berada di tebing kebinasaan ? Aku beristigfar memohon ampunan-Nya. Aku juga berdoa agar Pemilik Segala Rasa Cinta melindungi diriku dari kejahatan.
Kehadirannya membuatku banyak memikirkan tentang dirimu. Kau kurasakan seolah-olah wujud bersamaku. Di mana saja aku berada, akal sadarku membuat perhitungan denganmu. Aku tahu lelaki yang menggodaku itu bukan dirimu. Malah aku yakin pada gerak hatiku yang mengatakan lelaki itu bukan teman hidupku kelak.

Aku bukanlah seorang gadis yang cerewet dalam memilih pasangan hidup. Siapalah diriku untuk memilih permata sedangkan aku hanyalah sebutir pasir yang wujud di mana-mana.
Tetapi aku juga punya keinginan seperti wanita solehah yang lain, dilamar lelaki yang bakal dinobatkan sebagai ahli surga, memimpinku ke arah tujuan yang satu.
Tidak perlu kau memiliki wajah setampan Nabi Yusuf Alaihisalam, juga harta seluas perbendaharaan Nabi Sulaiman Alaihisalam, atau kekuasaan seluas kerajaan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, yang mampu mendebarkan hati juataan gadis untuk membuat aku terpikat.

Andainya kaulah jodohku yang tertulis di Lauh Mahfuz, Allah pasti akan menanamkan rasa kasih dalam hatiku juga hatimu. Itu janji Allah. Akan tetapi, selagi kita tidak diikat dengan ikatan yang sah, selagi itu jangan dimubazirkan perasaan itu karena kita masih tidak mempunyai hak untuk begitu. Juga jangan melampaui batas yang telah Allah tetapkan. Aku takut perbuatan-perbuatan seperti itu akan memberi kesan yang tidak baik dalam kehidupan kita kelak.

Permintaanku tidak banyak. Cukuplah engkau menyerahkan seluruh dirimu dalam mencari ridha Illahi. Aku akan merasa amat bernilai andai dapat menjadi tiang penyangga ataupun sandaran perjuanganmu. Bahkan aku amat bersyukur pada Illahi kiranya akulah yang ditakdirkan meniup semangat juangmu, mengulurkan tanganku untukmu berpaut sewaktu rebah atau tersungkur di medan yang dijanjikan Allah dengan kemenangan atau syahid itu. Akan kukeringkan darah dari lukamu dengan tanganku sendiri. Itu impianku.
Aku pasti berendam airmata darah, andainya engkau menyerahkan seluruh cintamu kepadaku. Cukuplah kau mencintai Allah dengan sepenuh hatimu karena dengan mencintai Allah, kau akan mencintaiku karena-Nya. Cinta itu lebih abadi daripada cinta biasa. Semoga cinta itu juga yang akan mempertemukan kita kembali di surga.


- AAB

Ayah Cinta yang Diam

“More than 20 million children live in a home without the physical presence of a father.  Millions more have dads who are physically present, but emotionally absent.  If it were classified as a disease, fatherlessness would be an epidemic worthy of attention as a national emergency.”
Kutipan di atas berasal dari www.fathers.com, sebuah situs milik National Center for Fathering (NCF) yang berdiri pada tahun 1990 di  Amerika Serikat. NCF adalah organisasi yang concern pada fathering, khususnya pada fenomena fatherless. Mungkin beberapa orang masih awam dengan kata ‘fathering’ dan  ‘fatherless’. Tidak heran, sebab topik ini memang jarang diangkat dalam pembahasan parenting sekalipun. Atau, kalaupun dibahas, tidak terlalu mendalam. Fathering dalam Bahasa Indonesia seringkali dibahasakan sebagai ‘ke-ayah-an’ atau ilmu tentang menjadi ayah. Fatherlessadalah fenomena di mana sosok ayah absen secara fisik maupun emosional dalam pengasuhan anak.
Nah, sudah terbayang belum maksud fathering dan fatherless itu apa? Apa sih sebenarnya maksud ‘menjadi ayah’ di sini? Mari coba kita jabarkan bersama.
Mari kita lihat lagi apa definisi Ayah dan keayahan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
ayah1 n 1 orang tua kandung laki-laki; bapak; 2 panggilan kepada orang tua kandung laki-laki;
keayahan/ke·a·yah·an/ n 1 hal-hal yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban ayah; 2 sifat-sifat yang dimiliki seorang ayah
Mari kita ambil satu pemisalan. Seseorang yang mempunyai bola, apakah sudah bisa disebut pemain bola? Lantas apakah jika seorang laki-laki telah mempunyai anak lantas sudah bisa disebut ayah? Bisa memang, tapi cukup sebagai ‘panggilan’ saja. Padahal, ayah adalah posisi yang lebih dari sekedar ‘mempunyai’. Menjadi ayah adalah tentang berbuat sesuatu sebagai andilnya dalam pengasuhan anak. Selama ini, awam kita pahami bahwa pengasuhan anak adalah tugas ibu sebagai Madrasatul Uula, madrasah pertama bagi anaknya, sehingga sejak akhil baligh para gadis sudah dituntun (dan dituntut) untuk belajar menjadi Ibu (dan istri) yang baik (yang dalam masyarakat awam kita sekarang lebih sering diartikan dengan pandai memasak, pandai bersih-bersih, sopan dan berlaku lemah lembut). Jarang kita temui di masyarakat para anak laki-laki itu dididik menjadi ayah (dan suami) yang baik. Paling maksimal, para anak laki-laki yang sudah memasuki fase remaja-dewasa ini dididik untuk bisa melakukan perkerjaan-pekerjaan kasar seperti mengganti bohlam lampu, membereskan genting rumah, memperbaiki pompa air dan berbagai pekerjaan lainnya yang (dianggap) tidak bisa dikerjakan perempuan. Tidak salah memang, hanya saja tujuan Allah mengirimkan sosok ayah kepada seorang anak tidak akan tercapai dengan ‘hanya’ menguasai kemampuan-kemampuan itu.
Diam-Diam Sayang
Tapi kalau diam aja mana tahu kalau sayang?
Sebelumnya, kita semua harus sepakat bahwa tidak ada Ayah yang tidak menyayangi anaknya. Seperti halnya seorang ibu yang pasti mencintai anaknya, seperti itu pulalah seorang Ayah. Perbedaannya adalah, ibu (biasanya) dibekali dengan kemampuan menunjukkannya secara verbal dan visual sedangkan para Ayah cenderung gengsi dan jaim untuk menunjukkan perasaan sayangnya kepada anak. Inilah yang dalam www.fathers.com disebut sebagai “dads who are physically present, but emotionally absent”.Yang terjadi di masyarakat saat ini adalah sepulang  bekerja percakapan Ayah dan anak maksimal hanya berhenti pada pertanyaan “Bagaimana sekolahnya tadi?” atau “Ngapain aja adek hari ini?” atau “Tadi nggak nakal kan di sekolah?” atau “ PRnya udah dikerjain belum?” atau yang lebih parah justru langsung masuk kamar dan istirahat. Jarang sekali terjadi pecakapan Ayah dan anak yang merambah pada pembentukan sikap dan penyampaian perasaan. Percakapan semacam “Adek tadi sedih ya karena digangguin temennya?” atau “Terus gimana tadi minta maafnya?” atau ungkapan “Bagus sekali anak Ibu, sudah bisa memaafkan temennya. Jadi anak pemaaf itu baik. Terimakasih, ya.” seringnya diucapkan oleh para ibu. Kegiatan mendongeng pun seringnya dilakukan oleh para ibu sehingga siapapun tokohnya (laki-laki maupun perempuan) selalu diperankan oleh ibu.
Pak Guru di mana?
Contoh konkrit lain dari fenomena fatherless dapat kita lihat pula di taman kanak-kanak (TK) atau playgroup saat ini. Pada umumnya, sekitar 98% atau bahkan 100% guru di sekolah tersebut adalah perempuan. Hal ini menjadi salah satu bukti konkrit dari pemahaman masyarakat bahwa pendidikan anak itu diserahkan kepada ibu. Padahal, yang masuk sekolah tersebut tidak hanya anak perempuan, namun juga anak laki-laki. Daripada anak perempuan, anak laki-laki dinilai lebih urgent membutuhkan sosok ayah sebagai bentuk nyata dan contoh yang bisa dilihat sebagai seorang ‘lelaki’. Pada usia 7 hingga 14 tahun misalnya, seorang anak laki-laki membutuhkan sosok ayah sebagai seseorang yang mampu mengajarkannya (1) keberanian yang harus dimiliki seorang laki-laki, (2) bagaimana seorang laki-laki menghadapi ketakutan, (3) kapan dan bagaimana laki-laki harus menunjukkan kesedihannya, (4) bagaimana seorang laki-laki saat bahagia. Misalnya lagi, dalam kegiatan mendongeng, anak-anak membutuhkan contoh visual sosok Umar bin Khatab yang tegas dan gagah berani yang tidak akan mungkin bisa diperankan secara maksimal oleh seorang guru TK perempuan. See? Betapa pentingnya peran guru laki-laki di sini, Guys (widih ‘guys’ wkwk). Sampai di sini, tidak salah rasanya jika Lamb (1999) mengatakan bahwa ayah adalah “the forgotten contributor” dalam pengasuhan anak.
Percakapan Ayah dan Anak dalam Al-Qur’an
Berikut saya ambil dari tulisan Cahyadi Takariawan:
“Sarah binti Halil bin Dakhilallah Al-Muthiri menulis terkait hal ini. Tesisnya berjudul “Hiwar Al- Aba’ Ma'a Al-Abna Fil Qur'anil Karim wa Tathbiqatuhu At-Tarbawiyah”, atau Dialog Orang Tua dengan Anak dalam Al-Quran Karim dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Sarah mencatat, Al-Qur'an memuat dialog orang tua dengan anak dalam 17 tempat yang tersebar di 9 surat. Perinciannya, dialog ayah dengan anak sebanyak 14 tempat; dialog ibu dengan anak sebanyak 2 tempat, dialog kedua orang tua dengan anak (tanpa nama) sebanyak 1 tempat.”
Dalam tesis yang disebutkan Cahyadi Takariawan tersebut, percakapan ayah dan anak berjumlah >5 kali lipat lebih banyak percakapan ibu dan anak. Melihat fakta ini, kita sadar betapa pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak.
Ayah Irwan Rinaldi, mantan dosen Universitas Indonesia yang kemudian mengabdikan dirinya sebagai guru TK pernah menyampaikan bahwa percakapan ayah dan anak sebetulnya tidak memerlukan kuantitas yang banyak, namun lebih membutuhkan kualitas yang baik. Jadi, menurut beliau, tidak ada alasan bagi ayah yang sibuk bekerja untuk tidak berbincang dengan anak meskipun sebentar. Seorang ayah (hanya) perlu belajar bagaimana seni berbincang dengan anak ini sehingga mampu menjadi sarana mencapai tujuan fathering tersebut.
Bagaimana menjadi ‘ayah’?
Sampai pada paragraf ini, semoga kita sudah satu frame ya dalam menganggap bahwa fathering itu penting. Semoga kita berada pada satu keresahan yang sama (cieehehe) tentang fatherless. Dan, semoga kita berada pada harapan yang sama untuk segera bertemu dan/atau menjadi sosok laki-laki yang bisa menjadi Ayah dan ‘ayah’ (eh hehehe). Lalu bagaimana menjadi ‘ayah’? Berikut adalah beberapa hal yang harus menjadi perhatian. Point-pointini disampaikan oleh Ayah Irwan  Rinaldi dalam Forum Ushroh, Minggu, 9 April 2017 di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan.
1. Memperhatikan Hubungan dengan Allah, Menjadi Hamba yang Baik
Menjadi hamba yang baik adalah kunci awal menjadi ayah yang baik. Untuk memahami fungsi ayah dalam pengasuhan anak, sebelumnya tentu harus mengetahui kewajiban dan hak seorang manusia kepada Tuhannya. Ilmu-ilmu pengasuhan anak baik teori maupun prakteknya seringkali dekat dengan ilmu-ilmu agama. Bahkan, kadang ilmu agama itulah yang juga merupakan ilmu parenting. Parenting Nabawi bahasa kerennya, parenting ala nabi. Maka, sebelum menjadi ayah yang baik, haruslah menjadi hamba yang baik terlebih dahulu.
2. Memperhatikan Hubungan dengan Istri, Menjadi Suami yang Baik
Seorang ayah (biasanya) bisa dipastikan juga adalah seorang suami. Dalam salah satu tulisan Ust. Bendri Jaisyurrahman, beliau pernah menyampaikan bahwa jika ada ungkapan “al ummu madrasatul uula” maka “wal abu mudiruha”: Ibu adalah Madrasah Pertama dan Ayah adalah Kepala Sekolahnya. Seorang kepala sekolah yang baik tentu akan memperhatikan keberlangsungan hidup gurunya dengan baik agar dapat menyampaikan materi pengajaran kepada anak didiknya. Seorang kepala sekolah juga adalah teladan setiap guru dalam pengajaran, sehingga seorang kepala sekolah pun seharusnya tidak hanya mengerti tentang ilmu memenuhi sarana dan prasarana mengajar (dalam hal ini disebut nafkah) tapi juga mahir dalam menyusun kurikulum.
3. Bekali Diri dengan Ilmu, Belajar Tumbuh Bersama Anak
Berkembangnya zaman membuat teknik mendidik anak pun berkembang. Mungkin kita sering mendengar ayah dan ibu kita berkata “dulu ibu nggak gitu lho, kamu ini kenapa tingkahnya aneh-aneh.” atau “jaman ayah dulu kuliah, nggak seperti ini.”. Ungkapan-ungkapan itu adalah tanda bahwa zaman berubah, berkembang dan berbeda tantangan. Maka, zaman di mana anak kita (cie, ‘kita’ banget nih?) dilahirkan dan dididik akan sangat berbeda dengan saat ini. Akan banyak tantangan baru sehingga membutuhkan ilmu baru yang harus terus dicari dan digali. Uwuwuwuw, semangat yha! #apalho
Pada akhirnya, kita harus kembali menyepakati satu hal bahwa setiap Ayah itu menyayangi anaknya. Ayah adalah sosok yang diam-diam mencintai. Ayah adalah ia yang diam-diam memperhatikan. Ayah sejatinya diam-diam mendoakan. Sampai ketika saatnya tiba: anaknya menikah, Ayah juga yang diam-diam kehilangan. Setiap Ayah itu hebat dan akan menjadi semakin hebat jika mau terus belajar mengungkapkan Cinta yang Diam itu.
Semangat, ya, Ayah.
Terimakasih atas kerja keras dan cintamu.
Allah menjagamu :)
*Tulisan ini merupakan intisari dari Kajian Forum Ushroh dengan tema “Ayah Ada, Ayah Tiada” Minggu, 9 April 2017 di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan dan juga beberapa pandangan pribadi dari penulis.


Berikut ini beberapa link bacaan terkait fathering yang mungkin bisa menjadi asupan ilmu:
1. www.fathers.com
2. https://ayahuntuksemua.wordpress.com/
3. Ayah Harus Banyak Dialog dengan Anak (Oleh: Cahyadi Takariawan)
4. Sosok Ayah Penentu Arah (Oleh: Bendri Jaisyurrahman)
5. Tokoh Ayah dalam Al-Quran dan Keterlibatannya dalam Pembinaan Anak (Oleh: Rahmi)


- Repost from tumblr Khoiriyalatifah

Kenapa Masuk Gizi?

Hmm… Pertanyaan Bagus.
Ceritanya gini, sejak SD sampai SMA aku sukaaa banget sama yang namanya pelajaran IPA/BIOLOGI, nah… sejak SMP  sampai SMA kelas 2 aku punya cita-cita jadi dokter. Well… aku ceritain ke bapak dan bapak memberi dukungan, sayangnya pas aku cerita ke ibu, ibu bilang kalau nanti pas sekolah dokter ditengah perkuliahan tiba" nggk bisa membayar uang kuliah gimana, kedokteran itu membutuhkan banyak uang (dalam hati sebenarnya bisa kalau aktif cari beasiswa) tapi dari hal itu banyak pertimbangan yang aku pikirkan apalagi saat SMA kelas dua harus uda punya planning mau masuk PTN apa dan jurusan apa, buat daftar jalur undangan atau SNMPTN.
And then… aku search jurusan yang ada hubungannya dengan biologi akhirnya pilihanku ganti dari dokter jadi bioengineer dan satu-satunya PTN yang mendalami tentang itu ya ITB SITH. Dan seperti sebelumnya aku cerita ke bapak dan ibu… lalu…
Jengjengjeng… bapak dan ibu tidak setuju karena Surabaya-Bandung jauh dan biaya hidupnya mahal dll…
Sempat aku ngambek (maklum masih SMA, masa remaja)… selanjutnya aku search lagi jurusan yang sekiranya masih berbau biologi… dan… pas aku baca silabus perkuliahan jurusan gizi UB aku tertarik apalagi juga berhubungan dengan masak memasak makanan yang bergizi, ditambah lagi ada pemikiran
 "Jika nanti kalau sudah menikah suami tidak membolehkan bekerja, ilmuku masih bisa aku amalkan di keluarga. Setidaknya tidak mubadzir kan…“
Meskipun ada impian buat jadi dosen sih..
Tak lupa aku juga sholat Istikharah untuk memantapkan pilihan (nggak hanya masalah jodoh yang perlu Istikharah loo….). Singkat cerita, saat SMA kelas 3 tepatnya saat memilih jalur undangan, aku pilih urutan pertama gizi fkub…
Dan….
.
.
.
Alhamdullillah aku lolos masuk PTN pilihan pertamaku…. huhuhu senangnya 😂😁😀 meskipun nilai UNku nggk terlalu bagus, beruntung nilai rapot mendukung.
Dan aku cerita ke bapak dan ibu, mereka senang sekali meskipun awalnya ibu seperti nggak merelakan kuliah di luar kota tapi akhirnya mengizinkan. (Terimakasih bu 😂)
Alasanku ingin menuntut ilmu diluar kota adalah ingin mencari ilmu tentang hidup serta ada sebuah syair islam yang berbunyi “Jika ingin ilmummu berkembang maka merantaulah”. THAT’S RIGHT. Aku sudah membuktikannya.
 Saat” awal masuk kuliah hingga sampe saat ini (uda mau jadi angkatan tertua *semoga tahun depan bisa wisuda*)
Aku benar" merasakan tidak salah aku memilih gizi sebagai tempat melanjutkan menuntut ilmuku… Apalagi ada quote:
“When diet is wrong, medicine is of no use. When diet is right medicine is of no need.” (Ayurvedic Proverb)
Hmm… quote yang benar" menjadikan aku sebagai calon Ahli Gizi cukup Bangga….😊😀😁
Apapun keadaan manusia hal yang berdampak langsung terhadap keadaan manusia ya makanan salah satu faktor utamanya… 😀😁😊
Youre what you eat!
Soon to be Your Future Nutritionist 😊🍎🍊🍋🍐🍉🍅🍌
Step closer… 😊
Malang, 5 Mei 2017

Anxiety of a Girl

Ada rasa takut. Sebenarnya.
Saat membicarakan seorang laki-laki, tepatnya tentang bagaimana seorang laki-laki yang nantinya menjadi imam dan kunci surga seorang perempuan.
Di usia yang sudah menginjak hampir ¼ abad (4 tahun lagi), mulai dari ibu, mami, tante dan beberapa saudara yang lain, yang semua notaben keluarga dari perempuan menunjukkan kekhawatiran mereka tentang kesendirianku, dan beberapa dari mereka masih belum paham kalau ‘pacaran’ tidak diajarkan dalam islam. Membuatku ingin menjelaskan, tetapi bibir seperti kelu menjelaskan karena takut salah kata yang menyinggungkan. Akhirnya, aku hanya bisa berdoa semoga mereka disadarkan oleh Allah swt tentang itu.
Benar-benar suatu pengorbanan yang berat untuk tetap teguh pada prinsip ini, prinsip yang hanya akan memulai hubungan dengan halal dimana sebagian besar orang disekitarku baik keluarga maupun teman tidak sepakat dengan hal itu dan beruntung ada sebuah Iman dari Rahmat Allah swt yang bisa menguatkan pada diri hingga saat ini.
Selain itu, dari sekian banyak cerita…
“Pada zaman ini, banyak laki-laki yang tidak baik, lelaki yang baik bisa dihitung dengan jari”, kata mereka yang menceritakan pengalaman menyedihkan atau menyakitkan tentang laki-laki. Ya. Ada perasaan takut sebagai seorang perempuan sebenarnya jika pengalaman itu menimpaku? Tapi aku selalu percaya kepadaNya, pasti masih ada laki-laki baik dalam arti yang sebenar-benarnya.
Sungguh…..
Dari hati yang paling dalam ku meminta, semoga Engkau mempertemukanku dan memberi rasa cinta dengan lelaki pilihanMu yang terbaik untukku, dengannya bisa membangun jalan ke SurgaMu, tanpa melupakan jasa orang tua yang telah membesarkanku.

- My Mind, Malang 15 Mei 2017

Aksesoris Perempuan

Terinspirasi dari Abu Syauqi

Suatu hari aku pernah ditanya, “Lin, perempuan yang bercadar itu wajahnya normal gak? Ada yang ditutup-tutupi (baca: cacat di wajah) gak sih?” Mendapat pertanyaan ini rasanya semacam tersengat listrik.
Pasalnya, perempuan-perempuan bercadar yang aku kenal itu mayoritas memilih bercadar dengan penuh perjuangan dan setelah mendapat referensi panjang soal cadar. Mereka mayoritas mendapat penentangan dari keluarga dan harus berjuang dalam waktu yang taksebentar untuk memahamkan keluarga.
Lantas, perjuangan yang “berdarah-darah” itu hanya ditimpali dengan pertanyaan macam demikian?? Aku langsung menjawab, “Pemahamanmu soal cadar dengan pemahaman perempuan-perempuan yang memutusakan untuk bercadar jelas berbeda.
Yang aku tahu, semua wajah temanku yang bercadar cantik dan normal. Mereka bercadar karena keimanan bukan karena menutupi kekurangan yang ada pada wajah.” Kejadian ini membuatku bertanya-tanya, “apakah aksesoris kebanggaan lelaki adalah perempuan (baca: istri) cantik?” Padahal, bukankan perhiasan yang paling indah di dunia hanya istri shalihah?!
Agama Adalah Kehormatan
Sepenting itukah kecantikan wajah bagi seorang laki-laki? Aku jadi ingat bagaimana Rasulullah Saw bercerita tentang kehormatan perempuan ketika dipilih menjadi pasangan hidup,
Abu Hurairah Ra berkata bahwa, Rasulullah Saw bersabda “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dipilih menjadi pasangan hidup karena keindahan agama lebih terhormat bagi perempuan ketimbang dipilih karena tiga kriteria sebelumnya, sesederhana apapun kondisi keimanan perempuan tersebut. Maka, perempuan beriman akan sangat mudah menolak lelaki yang memilihnya karena alasan kecantikan. Mengapa? Karena saat itu, ia sedang dihinakan secara terang-terangan.
Aksesoris Kebanggaan Perempuan
“Dunia ini penuh perhiasan dan perhiasan paling indah ialah perempuan shalihah.” (HR Muslim).
Penjelasan tentang istri shalihah ini secara ringkas disampaikan Allah Swt kepada Rasulullah Saw dalam Al Quran,
“Jika nabi menceraikan kamu, boleh jadi Allah Swt akan memberikan istri-istri yang lebih baik dari kamu, Perempuan yang patuh, beriman, taat, ahli taubat, ahli ibadah, ahli puasa, baik janda ataupun perawan,” (QS At Tahrim[66]:5).
Ayat tersebut adalah peringatan Allah Swt kepada istri-istri nabi yang membocorkan rahasia suaminya. Allah Swt menegur dengan “ancaman” perceraian. Dalam ayat tersebut disampaikan ciri-ciri perempuan yang lebih baik dari istri-istri nabi (Hafshah).
Ayat ini secara tidak langsung menyebutkan bahwa perempuan manapun bisa sama atau lebih baik dari istri nabi asalkan patuh, beriman, taat, ahli taubat, ahli ibadah, ahli puasa. Tidak disebutkan sedikitpun kecantikan dalam ayat tersebut.
Jika perhiasan yang paling indah bagi seorang laki-laki adalah istri shalihah, lantas apakah perhiasan yang paling membanggakan bagi seorang perempuan? Tentang hal ini, Abu Syuqi sempat berseloroh,
“Aksesori perempuan itu adalah laki-laki sukses!”
Pernyataan ini memang sangat singkat dan sederhana, tapi implementasinya perlu perjuangan. Pertanyaan besarnya adalah, sukses macam apa yang bisa menjadi kebanggan perempuan?
– Sukses menghadirkan Allah Swt dalam hatinya
Perempuan itu suka perhiasan dan suka memamerkannya. Itulah sebabnya banyak perempuan yang memperlihatkan kecantikan, harta, dan keluarganya kepada orang lain. Pamer adalah ekspresi cinta perempuan terhadap apa yang dicintainya. Cinta terhadap diri, dipamerkanlah dirinya. Cinta terhadap suami, dipamerkanlah suaminya. Cinta terhadap anak, dipamerkanlah anaknya.
Oleh sebab itu, perempuan perlu suami yang bisa meredam kecintaanya terhadap makhluk agar tidak berlebihan. Cinta sewajarnya saja, agar Allah Swt mau masuk ke dalam hati dan bertahta di sana. Agar setelah jadi ibu, ketika anak harus menikah dengan jodohnya, tidak terlalu berat melepasnya.
Biar suatu hari, pada waktunya, ketika suami harus pergi mendahului, istri tidak terlalu sedih karena itu adalah ketetapan terbaik. Ekstrimnya, agar bila Allah Swt menghendaki suami harus poligami, tidak ada perasaan memiliki. Suami adalah titipan Allah Swt yang harus dihormati, ditaati, dan dijadikan jalan untuk semakin dekat kepada-Nya. Suami yang bisa mendidik istrinya agar lebih mencintai Allah Swt daripada mencintai dirinya, inilah lelaki sukses.
– Sukses menjadikan keluarganya sebagai keluarga Al Quran
Saat ini mulai banyak orang yang menghafal dan hafal Al Quran 30 juz, tapi di antara mereka tetap banyak yang tidak tersentuh dengan cahaya Al Quran. Kemampuan mereka menghafal Al Quran hanya berdasarkan kecerdasan yang dimiliki. Al Quran tidak sedikitpun menjadi jalan hidayah yang menjadikan hidup lebih baik.
Demikianlah Allah Swt pun memilih siapa-siapa yang layak menjadi keluarga-Nya. Keluarga yang selalu belajar dan mengajarkan Al Quran akan menjadi keluarga Allah Swt.
Laki-laki sukses adalah mereka yang dapat menjadikan keluarganya sebagai keluarga Allah Swt. Al Quran tidak hanya dibaca, dihafalkan, tapi juga dijadikan tuntunan dalam menjalani hidup. Sulit? Bukan laki-laki sukses kalau tidak menjalani fase kesulitan ini.
Keluarga yang dibangun di dunia tentu selalu diharap-harap akan dibawa dengan selamat sampai ke surga. Tantangan menjadikan keluarga sebagai keluarga Al Quran ini adalah salah satu jalan paling aman untuk memboyong keluarga ke surga. Makanya, yang mampu melakukannya hanya laki-laki yang siap sukses.
– Sukses mebangun jarak antara keluarga dan dunia
Gemerlap dunia itu indah tapi menipu. Orang yang cinta dunia hitung-hitungannya hanya dunia. Sedekah baginya bukan hal yang mudah. Harta dihadapi dengan kacamata orang miskin. Uang hanya dikumpulkan tapi tidak memberikan sedikitpun manfaat bagi diri dan orang sekitarnya.
Hutang di mana-mana hanya karena ingin dilihat punya rumah pribadi, mobil pribadi, dan segala hal yang menjadi aksesoris dunia. Jabatan diincar untuk mencari kedudukan di mata manusia. Lelaki yang demikian biasanya tidak sukses mendidik istrinya. Sang istri justru menjadi kompor yang membuatnya semakin cinta dunia.
Laki-laki yang sukses itu bisa bekerja dengan visi da’wah. Mengumpulkan harta karena ada yang harus dibela dan dipertahankan izzahnya. “Seorang muslim harus kaya, untuk menjaga kehormatan Islam dan ummat muslim.” itulah yang ada dibenaknya ketika bekerja.
Lelaki sukses itu, keluarga tercukupi, sedekah rajin, hartanya bermanfaat bukan untuk dirinya dan keluarga tapi juga untuk kepentingan ummat. Gemerlapnya dunia tidak menyentuh hatinya sedikitpun. Dengan demikian, istrinya akan terdidik untuk berjarak dengan dunia.

*Sulit sekali mendalaminya, tapi aku sangat ingin menulisnya. maaf :’)

Dibuat oleh @langitshabrina karena kepala dan hatinya yg selalu penuh keinginan dan hal-hal yg setau saya selalu baik, walau kadang galak. (?)

Manajemen Waktu

Persepsi Tentang Manajemen Waktu
Sejak dulu, saya percaya bahwa manajemen waktu seseorang akan semakin baik seiring dengan semakin banyaknya kegiatan atau amanah yang perlu ditunaikan. Mengapa? Karena waktu-waktu dalam sehari yang sebagian besar diisi dengan produktivitas akan membuat kita merasa tidak punya banyak waktu luang, sehingga, suatu pekerjaan akan dikerjakan dengan lebih cepat dan efektif karena setelahnya perlu mengganti fokus untuk mengerjakan yang lainnya, dan begitulah seterusnya. Tak heran kiranya jika orang-orang yang berprestasi, baik di akademis maupun non-akademis, biasanya adalah orang-orang yang produktif memanfaatkan waktunya.


Bagaimana Saya Membagi Waktu?
Pertama, sebenarnya saya bukan tipe orang yang perfeksionis dalam memperlakukan waktu hingga terperinci menit demi menitnya saya perlu melakukan apa. Meskipun demikian, saya terbiasa mengelompokkan semua kegiatan yang perlu saya lakukan dalam kelompok penting atau genting. Ya, bagi saya semua penting, hal ini dilakukan supaya saya tidak melalaikan hal-hal kecil yang padahal sebenarnya perlu diselesaikan juga. Oleh karena itu, prioritas biasanya tidak terletak pada hal penting, tapi hal genting.

Kedua, menghadirkan fokus yang utuh setiap kali sedang mengerjakan sesuatu. Dengan alasan ini, saya seringkali menolak untuk mengerjakan pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah, atau sebaliknya; kecuali memang sangat genting dan tidak bisa ditunda lagi, tapi sebisa mungkin saya mengupayakan agar hal-hal semacam ini tidak terjadi. Begitu juga dengan amanah-amanah dari luar yang bukan urusan kantor dan bukan juga urusan rumah, sebisa mungkin dikerjakan di waktu yang tidak menganggu satu sama lain.

Ketiga, jangan tunda-tunda tugas/pekerjaan/amanah yang bisa disegerakan. Bagi saya, dan mungkin juga bagi kita semua, ini adalah hal yang sulit. Tapi, penundaan atau prokrastinasi ini, jika tidak dihindari, maka akan berdampak banyak (dan biasanya buruk) bagi banyak hal: pekerjaan tidak selesai dengan optimal, amanah berceceran, rasa terburu-buru, daaan tanpa sadar membuat kita jadi malas.

Keempat, tidur dan makan yang cukup dan sehat. Korelasinya mungkin agak berjarak dengan manajemen waktu. Tapi, bagi saya ini penting, terutama untuk menjaga agar energi saya cukup untuk melakukan banyak hal dalam sehari. Saya hampir tidak pernah begadang, masih bangun sampai jam 12 malam adalah prestasi, hehe, karena kalau jam tidur terganggu tapi terbuang percuma, biasanya besok paginya saya moody dan uring-uringan. Saya juga hampir tidak pernah malas makan, karena kalau belum makan saya sulit fokus dan apa yang sedang dikerjakan biasanya jadi berantakan.

Kelima, bergerak dan teruslah bergerak melakukan sesuatu: belajar, berbagi, berdiskusi, berkarya, atau apa saja yang membuatmu positif dan produktif. Ini penting juga, karena kalau terlalu banyak diam nanti malah jadi malas.

Keenam, sesekali me-time itu boleh. Iya, meski seringnya banyak berkegiatan, paling tidak sekali dalam seminggu saya punya waktu sendiri (terutama jika sebelumnya habis bertemu dengan banyak orang). Apa yang dilakukan? Bebas, apapun yang menyenangkan: tidur, baca buku, nonton film kartun, lettering, atau lainnya. Hal ini biasanya bisa membangkitkan kesiapan supaya besoknya bisa produktif lagi.

Lalu, terakhir tapi utama, saya termotivasi oleh pembahasan dalam Al-Qur’an soal waktu, bahwa sebenarnya jika kita gagal mengelola waktu maka kita akan merugi karena waktu tidak akan pernah bisa kembali. Semenit berlalu, selamanya ia telah berlalu. Dan, penyesalan kita tidak pernah bisa mengembalikan apapun yang telah berlalu.

Begitu kira-kira yang bisa saya ceritakan. Ambil baiknya, buruknya jangan, ya. Semoga kita termasuk pada orang-orang yang percaya bahwa waktu adalah milik-Nya dan tugas kita adalah memanfaatkannya dengan baik; bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain.

- Repost from Tumblr Novieocktavia

Wejangan dari Ayah

Wejangan dari Ayah
Malam itu Ayah banyak bercerita, juga memberi beberapa wejangan untuk kuingat dan kulaksanakan kelak ketika aku menjadi seorang istri dan ibu bila beruntung. Pesan Ayah mungkin terdengar sederhana, tapi sangat penting dan berarti untukku. Barangkali tulisan ini akan mengingatkan jika kelak aku lupa pesan beliau. Kurang lebih begini pesannya :

Hubungan rumah tangga dasarnya adalah kepercayaan dan keterbukaan. Maka, jangan sesekali menutupi sesuatu yang nantinya bisa berakibat fatal. Terbukalah pada suamimu kelak, tentang apa saja. Sekalipun sesepele penghasilan yang ingin kauberi untuk orang tua kalian. Ridho suami itu segalanya bagi seorang istri. Jangan lupa meminta ijinnya untuk segala sesuatu yang ingin kaulakukan.

Orang tuanya adalah orang tuamu. Sayangi orang tuanya sebagaimana kamu menyayangi ayah dan ibu. Mereka orang tuamu, bukan hanya orang tua suamimu.
Jangan jadi istri yang suka membangkang. Terimalah apapun yang diberi suamimu. Jangan sampai sikapmu menjadi penghalang rejeki yang Allah beri. Hargai dan hormati suamimu. Ingatlah, sesakit dan sepahit apapun kehidupan yang akan kamu jalani kelak, terimalah dengan ikhlas.
Tugasmu bukan hanya melahirkan dan membesarkan anak. Yang utama adalah bagaimana kamu mendidik mereka menjadi generasi sami'na wa atho'na. Prestasi dan materi bukanlah hal penting bila tujuan rumah tanggamu adalah Jannah-Nya.
Bila dia datang melamar, jangan kautolak dia. Bersegeralah, semoga Allah mengijinkan ayah untuk menyaksikan dan menjadi wali pernikahanmu.

Aku hanya bisa terdiam menahan tangis dan mengangguk sesekali. Tak ada banyak kata yang bisa kuucap. Entahlah.

Repost from tumblr Obat penenang 

Pengorbanan Perasaan

Sewaktu kecil dulu, kita tidak begitu paham bagaimana perasaan orang tua. Saat kita menangis, merengek meminta sesuatu. Saat kita sakit, kemudian terbaring beberapa hari. Kita tidak pernah tahu.
Sampai kita sebesar ini, barangkali kita juga tidak cukup tahu apa yang sebenarnya orang tua rasakan. Seberapa besar pengorbanan rasa mereka hingga kita sampai bisa berjalan sejauh ini.


Saat kamu mengatakan cita-citamu untuk merantau jauh, menempuh studi di luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Mereka bersedia mengorbankan rasa rindu mereka, membiarkan langkah kakimu pergi dengan tenang -dan ringan- untuk menggapai mimpi-mimpimu. Mereka bersedia menahan kangen, perasaan yang lazim. Perasaan-perasaan lain seperti kesepian, juga hal-hal lain yang tidak sanggup diungkapkan. Saat mereka mengingat betapa riuhnya rumah saat kamu masih ada di sana. Rasa cemas setiap hari memikirkanmu di perantauan, hingga tidur mereka tidak nyenyak sampai menerima kabarmu. Meski cuma pesan singkat.
Kemudian, saat kamu berbicara tentang seseorang yang kamu sukai. Saat mereka harus berkorban lebih besar lagi atas perasaannya. Merelakanmu memilih hidupmu dengan orang lain. Dan merelakan diri bahwa dirinya tidak menjadi prioritas utamamu lagi. Kamu memiliki keluarga kecil yang harus kamu urus.


Mereka harus menahan rindu, menahan kesepian, menahan berbagai perasaan yang mungkin baru akan dimengerti saat nanti kita berkeluarga dan memiliki anak.
Perasaan yang mereka korbankan begitu banyak. Rasa cinta, rasa rindu, rasa cemas, rasa khawatir, dan segala perasaan yang diciptakan Tuhan di dunia ini, mereka harus menanggungnya. Dan yang kita tahu hanya beberapa, yang kita tahu hanya sedikit. Sementara kita sering mengeluh kepada mereka. Atas batasan-batasan yang mereka buat, atas aturan-aturan yang tidak bisa kita terima, atas nasihat-nasihat yang menurut kita kuno.
Kita merasa lebih maju dalam segala hal, tapi kita lupa kalau kita tidak pernah bisa mengalahkan pengorbanan mereka sedikitpun.

Yogyakarta, 5 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi

Tidak Terlihat Dekat dengan Siapapun

Diskusi QuarterLifeCrisis beberapa hari yang lalu masih seputar dunia jodoh. Mungkin bagi teman-teman yang belum mengalami, atau sudah melewati, obrolan semacam ini bisa dianggap membosankan. Tapi bagi yang sedang mengalami, mendiskusikannya dan berusaha mencari jawaban yang menenangkan adalah sebuah proses penting untuk melewati fase tersebut. Salah satunya dengan curhat.


Salah satu teman kami berkesah, setiap kali pulang atau orang tuanya menelpon, sering ditanya sudah punya pacar atau belum (karena orang tuanya tidak tahu kalau anaknya tidak mau pacaran), atau dengan candaan guyonan dari teman-teman yang lain tentang seputar tersebut. Orang tuanya pun seringkali bertanya, kapan rencana menikah? Sudah ada calonnya belum? Atau dalam kalimat-kalimat tidak langsung seperti, “Wah ini undangan ke rumah banyak banget dari teman-teman SD mu, mereka sudah menikah ya, kayak masih kecil kok udah mau nikah aja.” dan lain-lain.


Sementara teman kami ini, ia sama sekali tidak terlihat dekat dengan siapapun. Sama sekali. Bahkan ketika kami tanya, “Emang nggak ada cowok yang lagi pdkt gitu?” Jawabnya, “Enggak ada”. Juga pertanyaan lain yang sejenis,”Nah, lagi deket sama siapa gitu? Meski dia nggak pdkt?” Jawabnya masih sama, “Enggak ada”.
Dan karena ketidak-adaan inilah yang mungkin juga membuat orangtuanya bertanya-tanya, kok anaknya nggak pernah cerita suka sama siapa, atau lagi dekat sama siapa, atau ada yang pdkt dan gimana? Sementara teman-teman sebaya lainnya bahkan sudah ada yang maju melamar, meski pada akhirnya belum juga menikah.


Usianya sudah cukup matang (dalam standar orang tuanya) untuk masuk ke fase berikutnya. Juga mungkin karena melihat anaknya yang santai-santai aja, cenderung biasa-biasa aja dalam menanggapi hal tsb. Semakin membuat orangtuanya cemas.
Terlepas dari semua itu, terlepas dari sikap cueknya dan kesan biasa-biasanya ini. Teman kami bercerita kepada kami, kalau pada akhirnya dia juga berpikir. Berpikir tentang kenapa dia tidak terlihat dekat dengan siapapun? Enggak ada yang pdkt sama dia, apa enggak ada yang tertarik? Menurut kami, aneh kalau tidak ada yang tertarik dengan perempuan semandiri dan semanis dia.
Sampai pada akhirnya, diskusi panjang tanpa solusi itu berakhir dengan sebuah konklusi, barangkali itu adalah cara Allah menjaganya (terutama setelah ia berhijrah dan memutuskan untuk enggak pacaran), barangkali itu adalah bentuk perlindungan, menyingkirkan laki-laki yang mau mendekatinya tapi tidak dalam levelnya. Dan tentu saja sudah bisa kami tebak, dengan salah satu sifat tegas yang dia miliki, laki-laki kalau cuma mau pdkt untuk pacaran pasti sudah ditendangnya jauh-jauh.


Dan akhirnya, hal terbaik yang bisa manusia lakukan atas apa yang terjadi dalam hidupnya adalah bersyukur. Bersyukur sebab ia tidak terlihat dekat dengan siapapun, bahkan tidak ada yang mencie-ciekan dirinya dengan siapapun. Seperti itulah caraNya menjaga kehormatannya, izzah-nya

Yogyakarta, 17 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi

Agama adalah Hakim

Diskusi-diskusi dengan teman selalu menghasilkan banyak pemahaman baru yang menarik. Tidak untuk dibenar-benarkan dan menjadi prinsip yang kemudian juga saya anut. Namun, saya menjadi belajar bahwa perjalanan hidup manusia yang berbeda-beda telah membuat cara berpikir seseorang dengan yang lain juga berbeda. Untuk satu masalah yang sama pun, seseorang memiliki cara pandang yang berbeda. Dan kali ini akan sangat disayangkan jika tidak saya tulis.
Agama adalah hakim, hakim dalam hal apa?


Di tengah usia 20+ dimana kita disajikan oleh berita akad nikah teman yang mirip jadwal shalat jumatan, seminggu sekali. Dimana ketika ada seseorang yang datang yang bahkan kita tidak tahu siapa dan bagaimana. Dimana ketika kita dibuat bertanya-tanya tentang seseorang yang hadir dipikiran. Maka jadikanlah agama sebagai hakim.


Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan beragama seseorang yang sebenar-benarnya saat ini. Hanya mendengar berita atau memperhatikan caranya berpakaian. Selebihnya kita tidak akan tahu jika kita tidak benar-benar mengenal kesehariannya. Karena agama bukanlah sekedar ibadah ritual; banyaknya hafalan, hitamnya jidat, panjangnya jenggot, lebarnya kerudung. Tidak seeksplisit itu. Agama itu ada di dalam hati, melebur hingga menjadi satu kesatuan dalam diri manusia. Menjadi cara berpikir, cara berbicara, cara berperilaku, semunya termanifestasi menjadi perilaku keseharian.
Kita tidak akan benar-benar tahu kehidupan beragama seseorang dan berapa derajat keimanannya di mata Allah. Lalu bagaimana kita bisa menerima seseorang yang datang tiba-tiba dalam hidup kita? Apalagi bila dia adalah orang yang sama sekali belum kita kenal baik kehidupannya?
Sementara Nabi mengatakan bahwa seseorang (menurutku ini berlaku tidak hanya untuk perempuan) dinikahi karena 4 hal; harta, keturunan, paras, dan agama. Dan dianjurkan memilih agamanya.
Lalu saya bertanya, “Kalau kita bisa mendapatkan keempatnya, mengapa hanya salah satu atau mendapatkan 3 dari 4 kriteria itu? Tidak salah dan tidak berdosa juga kan kita berharap dapat seseorang yang baik agamanya sekaligus cantik/tampan, berketurunan baik, dan kaya?”
Teman saya tersenyum. Di sinilah jawaban itu muncul.


“Seseorang yang memiliki pemahaman agama yang baik, seluruh pemahaman itu akan melebur menjadi dirinya. Ingat bahwa Nabi Muhammad akhlaknya adalah Al Quran kan? Kita dan sesorang yang datang itu bukan Nabi, tapi kita bisa mencontohnya. Seseorang saat ini tidak lagi bisa dinilai dari luarannya saja. Lihatlah bagaimana cara dia berbicara, berperilaku, uji pemikirannya dengan pertanyaan kritis dan masalah, uji kesabarannya dengan amarah. Kita boleh banget berdoa untuk memiliki pendamping yang memiliki paras yang baik, kaya, juga berketurunan, tidak ada yang salah. Yang perlu kita pegang adalah jadikan agama sebagai hakimnya.”
Saya masih menyimak pembicaraan ini.


“Maksudnya agama sebagai hakim?”
“Kita tidak akan bisa menilai agama seseorang saja dan mengesampingkan yang lain. Hanya karena dia terlihat beragama; rajin shalat, jidat hitam, kerudung panjang, hafalan seabrek. Tapi bicaranya kasar, pemikirannya tertutup, bahkan perilakunya bertentangan dengan tampilan luarnya. Buat apa?”
“Carilah seseorang dengan karakter yang baik, baru kamu lihat agamanya. Kamu hanya perlu ridha dengan agamanya sebagaimana apa yang dikatakan Nabi Muhammad. Artinya kamu cukup ridha bila dia hanya baru shalat wajib dan dhuha, belum banyak hafalannya, belum rajin puasa sunah, kerudungnya belum panjang atau bahkan mungkin belum mengenakan, dll. Karakter baik itu penting dan abadi berada dalam diri manusia. Karena karakter itu tidak dibentuk oleh pelajaran-pelajaran teori.”

“Karena pemahaman agama itu benar-benar menjadi agama ketika terwujudkan menjadi seluruh cara hidup seseorang. Selebihnya dapat dipelajari perlahan. Al Quran saja diturunkan dalam jangka bertahun-tahun, pelan-pelan tidak langsung sekaligus. Seseorang tidak akan menjadi sangat alim, sangat soleh atau solehah dalam hitungan pendek. Semua adalah proses dan itu proses bersama kalian nantinya. Untuk menjaga proses itu berjalan dengan baik, kamu membutuhkan seseorang dengan karakter yang baik”

Saya mencatatnya.
“Jadikanlah agama sebagai hakim, bila dia cukup baik dan cukup memenuhi kriteria mubah/sunah yang kamu buat (misal bisa masak, cantik/tampan, penyayang anak-anak, dll) baru kamu lihat agamanya. Kalau kamu ridha, kamu sudah tahu jawabannya. Bila agamanya tidak baik, percuma kan karakter baik tapi kehidupan beragamanya kamu gak ridha, putuskanlah. Karena hidupnya tidak akan berakhir di dunia saja, masih ada kehidupan setelahnya dan kamu membutuhkan itu.”
Teman saya selesai menjawab. Saya mencatatnya, membaca ulang kesimpulannya.
“Agama adalah hakim untuk menerima atau menolak seseorang dan hakim selalu memutuskan setelah melihat semua komponen yang lain terlebih dahulu”

Bandung, 28 Oktober 2014 | ©kurniawangunadi

Cantik: [Hanya untuk Di Lihat]

Beberapa waktu yang lalu, saya dan teman lama terlibat dalam sebuah diskusi. Mungkin karena tidak lama ngobrol ngalor ngidul. Diskusi kami membahas banyak hal. Salah satu hal yang kami ingat adalah tentang fenomena orang-orang yang begitu ingin menampilkan sisi-sisi pribadi dari hidupnya.
Rela menjadikan privasinya sebagai sesuatu yang umum. Rela memperlihatkan detail-detail dirinya secara total dan menjadi sesuatu yang umum. Pembahasan ini sebenarnya tentang kasus krisisnya tentang pasangan hidup ditengah-tengah kariernya yang menurutku sudah cukup. Juga usianya yang menurutku lebih dari cukup untuk masuk ke jenjang tanggungjawab yang berbeda. Dan saya sudah menikah, mungkin sebabnya pembahasan itu menjadi lebih realistis. Tidak seperti dulu, beberapa tahun yang lalu.


Salah satu katanya itu menarik, “Kalau melihat perempuan-perempuan yang hilir mudik di instagram itu, cantik-cantik sih emang, captionnya pun luar biasa bijak. Tapi buatku, mereka itu hanya untuk dilihat, tidak sampai membuatku ingin menikah dengannya.”ujarnya


Tentu jawaban ini bisa didebat, tapi aku tidak ingin mendebatnya. Apalagi itu hanya timbul dari asumsinya, tidak mengenal dengan baik dan personal siapa perempuan-perempuan yang hilir mudik di media sosialnya itu. Tapi aku lebih tertarik, sebab mengapa hal itu muncul di pikirannya.
“Entahlah. Mungkin karena gue anak ekonomi kali ya, tapi mungkin ini enggak ada hubungannya. Kalau kita berpikir secara ekonomi, ketika kita mau menjual sesuatu, katakanlah promosi. Kita akan menampilkan yang terbaik yang bisa kita jual kepada calon pembeli. Kalau kita tidak punya ini, kita punya itu. Kalau semua itu ditarik ke sisi manusia. Kita bisa melihat secara langsung, kalau kita tidak memiliki kecerdasan yang cukup, kita akan menawarkan tenaga atau kekuatan kita. Kalau kita tidak punya kekuatan juga kecerdasan, kita mungkin bisa menawarkan hal yang lain. Sampai ada yang paling ekstrem seperti menawarkan tubuhnya, organnya, bahkan bayinya untuk dijual.”
Aku berusaha menyimak, cara berpikirnya memang sedikit menarik.


“Di media sosial itu, orang tidak punya berusaha menampilkan agar menjadi punya. Manipulatif. Berusaha tampil secara fisik menarik. Entah dari tubuh, gaya hidup, makanan yang dimakan, tempat bepergiannya, dan sebagainya.”
Saya manggut-manggut.
“Dan terakhir, ketika ia tidak memiliki hal lain seperti kecerdasan atau kemampuan-kemampuan lainnya, ia akan menampilkan kecantikannya. Sebagai nilai jualnya.”
“Kesimpulannya apa?” tanyaku.
“Gue nyari yang cerdas, yang rendah hati, yang tahu adab dan menjaga diri. Dan yang seperti itu, gue tahu mereka nggak akan menawarkan dirinya melalui kecantikan diri. Dengan make up, pakaian paling anggun, sambil makan cantik di tempat hits. Karena mereka tahu dimana nilai jual mereka. Bukan di kecantikan.”
Saya manggut-manggut lagi. Dulu saya menemukan istri saya di organisasi, bukan di instagram sih.
“Dan yang seperti itu, mainannya tidak di dunia maya.” ujarnya mantab, sambil menyeruput es teh terakhirnya.

Yogyakarta, 19 September 2017 | ©kurniawangunadi

Cantik

Cantik itu seperti Khadijah
adalah seorang wanita yang ketika melihatku berwajah masam, tak banyak tanya, hanya tersenyum lantas memelukku dengan erat. Yang senyum dan tatapan sejuknya, sungguh adalah kejelitaan sejati yang bahkan bidadari pun akan dibuat iri melihatnya.
.

Cantik itu seperti Fatimah
Saat aku pulang tak membawa apa-apa, ia tak banyak pinta. Cukup dengan membawa kabar bahwa aku baik-baik saja, adalah kemewahan yang tak ternilai, katanya. Ia sama sekali tak banyak menuntut, sebab baginya, rezeki Allah tidak harus berupa harta. Saling mengerti, saling menyanyangi, dan saling memcintai adalah rezeki lain yang sewajibnya disyukuri.
.

Cantik itu seperti Aisyah
Perempuan yang mamput membuat hidupku lebih hidup. Ia seorang pecemburu sekaligus manja menggemaskan. Ia sesekali ngambek, membuatku harus membujuk. Merayu bercanda.تاريخ بغ
أنبأنا أحمد بن محمد بن العتيقي وأحمد بن عمر بن روح النهرواني وعلي بن علي البصري والحسن بن علي الجوهري قالوا أنبأنا الحسين بن محمد بن عبيد الدقاق قال سمعت أبا العباس أحمد بن محمد بن مسروق يقول سمعت حارثا المحاسبي يقول
ثلاثة أشياء عزيزة أو معدومة حسن الوجه مع الصيانة وحسن الخلق مع الديانة وحسن الإخاء مع الأمانة.

Harits al Muhasibi mengatakan, “ 1) cantik adalah menjaga diri 2)Cantik ialah berakhlak mulia plus bagus agamanya 3) Cantik ialah membangun persaudaraan dengan baik plus amanah.

- seseorang....

Saat Hari Akhir Tiba

Dapat tulisan ini dari WA. Dan menurut saya ini sangat baik.
Bagi yang belum paham, hal ini bisa menjelaskan apa yang akan kita lalui di masa depan kelak.
Bagi yang sudah paham, hal ini bisa menjadi pengingat.
Silahkan sisihkan 2 menit  untuk membaca.
BAGI YG ISLAM. TAK DIBACA SAYANG. 👇
✐ Selepas Malaikat Israfil meniup sangkakala (bentuknya seperti tanduk besar) yang memekakkan telinga, seluruh makhluk mati kecuali Izrail & beberapa malaikat yang lain. Selepas itu, Izrail pun mencabut nyawa malaikat yang tinggal dan akhirnya nyawanya sendiri.
✐ Selepas semua makhluk mati, Tuhan pun berfirman mafhumnya “Kepunyaan siapakah kerajaan hari ini?” Tiada siapa yang menjawab. Lalu Dia sendiri menjawab dengan keagunganNya “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” Ini menunjukkan kebesaran & keagunganNya sebagai Tuhan yg Maha Kuasa lagi Maha Kekal Hidup, tidak mati.
✐ Selepas 40 tahun, Malaikat Israfil alaihis salam dihidupkan, seterusnya meniup sangkakala untuk kali ke-2, lantas seluruh makhluk hidup semula di atas bumi putih, berupa padang Mahsyar (umpama padang Arafah) yang rata tidak berbukit atau bulat seperti bumi.
✐ Sekelian manusia hidup melalui benih anak Adam yg disebut “Ajbuz Zanbi” yang berada di hujung tulang belakang mereka. Hiduplah manusia umpama anak pokok yang kembang membesar dari biji benih.
✐ Semua manusia dan jin dibangkitkan dalam keadaan telanjang dan hina. Mereka tidak rasa malu karena pada ketika itu hati mereka sangat takut dan bimbang tentang nasib & masa depan yang akan mereka hadapi kelak.
✐ Lalu datanglah api yang berterbangan dengan bunyi seperti guruh yang menghalau manusia, jin dan binatang ke tempat perhimpunan besar. Bergeraklah mereka menggunakan tunggangan (bagi yang banyak amal), berjalan kaki (bagi yang kurang amalan) dan berjalan dengan muka (bagi yang banyak dosa). Ketika itu, ibu akan lupakan anak, suami akan lupakan isteri, setiap manusia sibuk memikirkan nasib mereka.
✐ Setelah semua makhluk dikumpulkan, matahari dan bulan dihapuskan cahayanya, lalu mereka tinggal dalam kegelapan tanpa cahaya. Berlakulah huru-hara yang amat dahsyat.
✐ Tiba-tiba langit yang tebal pecah dengan bunyi yang dahsyat, lalu turunlah malaikat sambil bertasbih kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Seluruh makhluk terkejut melihat ukuran malaikat yang besar dan suaranya yang menakutkan.
✐ Kemudian matahari muncul semula dengan kepanasan yang berganda. Hingga dirasakan seakan-akan matahari berada sejengkal dari atas kepala mereka. Ulama berkata jika matahari naik di bumi seperti keadaannya naik dihari Kiamat nescaya seluruh bumi terbakar, bukit-bukit hancur dan sungai menjadi kering. Lalu mereka merasakan kepanasan dan bermandikan peluh sehingga peluh mereka menjadi lautan. Timbul atau tenggelam mereka bergantung pada amalan masing-masing. Keadaan mereka berlanjutan sehingga 1000 tahun.
✐ Terdapat satu telaga kepunyaan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bernama Al-Kautsar yang mengandungi air yang hanya dapat diminum oleh orang mukmin sahaja. Orang bukan mukmin akan dihalau oleh malaikat yang menjaganya. Jika diminum airnya tidak akan haus selama-lamanya. Kolam ini berbentuk segi empat tepat sebesar satu bulan perjalanan. Bau air kolam ini lebih harum dari kasturi, warnanya lebih putih dari susu dan rasanya lebih sejuk dari embun. Ia mempunyai saluran yang mengalir dari syurga.
✐ Semua makhluk berada bawah cahaya matahari yang terik kecuali 7 golongan yang mendapat teduhan,  dari Arasy. Mereka ialah:
- Pemimpin yang adil.
- Orang muda yang taat kepada perintah Allah.
- Lelaki yang terikat hatinya dengan masjid.
- Dua orang yang bertemu kerana Allah dan berpisah kerana Allah.
- Lelaki yang diajak oleh wanita berzina, tetapi dia menolak dengan berkata “Aku takut pada Allah”.
- Lelaki yg bersedekah dengan bersembunyi (tidak diketahui orang ramai).
- Lelaki yang suka bersendirian mengingati Allah lalu mengalir air matanya kerana takutkan Allah.
✐ Oleh kerana tersangat lama menunggu di padang mahsyar, semua manusia tidak tahu berbuat apa melainkan mereka yang beriman, kemudian mereka terdengar suara “pergilah berjumpa dengan para Nabi”. Maka mereka pun pergi mencari para Nabi. Pertama sekali kumpulan manusia ini berjumpa dengan Nabi Adam tetapi usaha mereka gagal karena Nabi Adam a.s menyatakan beliau juga ada melakukan kesalahan dengan Allah Subhanahu Wa Taala. Maka kumpulan besar itu kemudiannya berjumpa Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s. (semuanya memberikan sebab seperti Nabi Adam a.s.) dan akhirnya mereka berjumpa Rasullullah SAW. Jarak masa antara satu nabi dengan yang lain adalah 1000 tahun perjalanan.
✐ Lalu berdoalah baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam ke hadrat Allah Subhanahu Wa Taala. Lalu diperkenankan doa baginda.
✐ Selepas itu, terdengar bunyi pukulan gendang yang kuat hingga menakutkan hati semua makhluk karena mereka sangka azab akan turun. Lalu terbelah langit, turunlah arasy Allah yang dipikul oleh 8 malaikat yang sangat besar (besarnya sejarak perjalanan 20 ribu tahun) sambil bertasbih dengan suara yang amat kuat sehingga ‘Arasy itu tiba dibumi.
✐ ‘Arasy ialah jisim nurani yang amat besar berbentuk kubah (bumbung bulat) yang mempunyai 4 batang tiang yang senantiasa dipikul oleh 4 malaikat yang besar dan gagah. Dalam bahasa mudah ia seumpama istana yang mempunyai seribu bilik yang menempatkan jutaan malaikat di dalamnya. Ia dilingkungi embun yang menghijab cahayanya yang sangat kuat.
✐ Kursi yaitu jisim nurani yang terletak di hadapan Arasy yang dipikul oleh 4 malaikat yang sangat besar. Saiz kursi lebih kecil dari 'Arasy umpama cincin ditengah padang . Dalam bahasa mudah ia umpama singgahsana yang terletak dihadapan istana.
✐ Seluruh makhluk pun menundukkan kepala karena takut. Lalu dimulailah timbangan amal. Ketika itu berterbanganlah kitab amalan masing-masing turun dari bawah Arasy menuju ke leher pemiliknya tanpa silap dan tergantunglah ia sehingga mereka dipanggil untuk dihisab. Kitab amalan ini telah ditulis oleh malaikat Hafazhah / Raqib & 'Atid / Kiraman Katibin.
✐ Manusia beratur dalam saf mengikut Nabi dan pemimpin masing- masing. Orang kafir & munafik beratur bersama pemimpin mereka yang zalim. Setiap pengikut ada tanda mereka tersendiri untuk dibezakan.
✐ Umat yang pertama kali dihisab adalah umat Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, dan amalan yang pertama kali dihisab adalah solat. Sedangkan hukum yang pertama kali diputuskan adalah perkara pertumpahan darah.
✐ Apabila tiba giliran seseorang hendak dihisab amalannya, malaikat akan mencabut kitab mereka lalu diserahkan, lalu pemiliknya mengambil dengan tangan kanan bagi orang mukmin dan dengan tangan kiri jika orang bukan mukmin.
✐ Semua makhluk akan dihisab amalan mereka menggunakan satu Neraca Timbangan. Saiznya amat besar, mempunyai satu tiang yang mempunyai lidah dan 2 daun. Daun yang bercahaya untuk menimbang pahala dan yang gelap untuk menimbang dosa.
✐ Acara ini disaksikan oleh Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam dan para imam 4 mazhab untuk menyaksikan pengikut masing-masing dihisab.
✐ Perkara pertama yang diminta ialah Islam. Jika dia bukan Islam, maka seluruh amalan baiknya tidak ditimbang bahkan amalan buruk tetap akan ditimbang.
✐ Ketika dihisab, mulut manusia akan dipateri, tangan akan berkata- kata, kaki akan menjadi saksi. Tiada dolak-dalih dan hujah tipuan. Semua akan di adili oleh Allah Ta'ala dengan Maha Bijaksana.
✐ Setelah amalan ditimbang, mahkamah Mahsyar dibuka kepada orang ramai untuk menuntut hak masing-masing dari makhluk yang sedang dibicara sehingga seluruh makhluk berpuas hati dan dibenarkannya menyeberangi titian sirat.
✐ Syafaat Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam di akhirat :
ⅰ- Meringankan penderitaan makhluk di Padang Mahsyar dengan mempercepatkan hisab.
ⅱ- Memasukkan manusia ke dalam syurga tanpa hisab.
ⅲ- Mengeluarkan manusia yang mempunyai iman sebesar zarah dari neraka.
(Semua syafaat ini tertakluk kepada izinan Allah Subhanahu Wa Taala.)
✐ Para nabi dan rasul serta golongan khawas juga diberikan izin oleh Allah untuk memberi syafaat kepada para pengikut mereka. Mereka ini berjumlah 70 000. Setiap seorang dari mereka akan mensyafaatkan 70 000 orang yang lain.
✐ Setelah berhasil dihisab, manusia akan mula berjalan menuju syurga melintasi jambatan sirat. Siratal Mustaqim ialah jembatan (titian) yang terbentang dibawahnya neraka. Lebar jembatan ini adalah seperti sehelai rambut yang dibelah tujuh dan ia lebih tajam dari mata pedang. Bagi orang mukmin ia akan dilebarkan dan dimudahkan menyeberanginya.
✐ Fudhail bin Iyadh berkata perjalanan di Sirat memakan masa 15000 tahun. 5000 tahun menaik, 5000 tahun mendatar dan 5000 tahun menurun. Ada makhluk yang melintasinya seperti kilat, seperti angin, menunggang binatang korban dan berjalan kaki. Ada yang tidak dapat melepasinya disebabkan api neraka senantiasa menarik kaki mereka, lalu mereka jatuh ke dalamnya.
✐ Para malaikat berdiri di kanan dan kiri siratal mustaqim mengawasi setiap makhluk yang lalu. Setiap 1000 orang yang meniti siratal mustaqim,  hanya seorang saja yang brrhasil melaluinya. 999 orang akan terjatuh ke dalam neraka.
Rujukan:
Kitab Aqidatun Najin karangan Syeikh Zainal Abidin Muhammad Al-
Fathani. Pustaka Nasional Singapura 2004.
☞ Jika sekiranya kalian ingin mengumpul saham akhirat, sampaikanlah ilmu ini kepada sahabat² yang lain. Sebagaimana mana sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam:
❝ Sampaikanlah pesananku walaupun satu ayat. ❞
Sesungguhnya apabila matinya seseorang anak Adam itu, hanya 3 perkara yang akan dibawanya bersama :
① Sedekah/amal jariahnya.
② Doa anak²nya yang soleh.
③ Ilmu yang bermanfaat yang disampaikannya kepada orang lain. La illaha illa Allah,
Muhammadu Rasulullah

Kiamat menurut Agama islam di tandai dgn beberapa petanda.
- Kemunculan Imam Mahdi
- Kemunculan Dajjal
- Turunnya Nabi Isa (AS)
- Kemunculan Yakjuj dan Makjuj
- Terbitnya matahari dari Barat ke Timur
- Pintu pengampunan akan ditutup
- Dab'bat al-Ard akan keluar dari tanah & akan menandai muslim yang sebenar2nya
- Kabut selama 40 Hari akan mematikan semua orang beriman sejati shg mereka tidak perlu mengalami tanda2 kiamat lainnya
- Sebuah kebakaran besar akan menyebabkan kerusakan
- Pemusnahan/runtuhnya Kabaah
- Tulisan dalam Al-Quran akan lenyap
- Sangkakala akan ditiup pertama kalinya membuat semua makhluk hidup merasa bimbang dan ketakutan
- Tiupan sangkakala yang kedua kalinya akan membuat semua makhluk hidup mati dan yg ketiga yang membuat setiap makhluk hidup bangkit kembali
Nabi MUHAMMAD SAW telah bersabda:
“Barang siapa yg mengingatkan ini kepada orang lain, akan Ku  buatkan tempat di syurga baginya pada hari penghakiman kelak”
Kita boleh kirim ribuan bbm mesra, promote, fb yang  terlalu penting tapi bila kirim yang berkaitan dengan ibadah mesti berpikir 2x.
Allah berfirman : “jika engkau lebih mengejar duniawi daripada mengejar dekat denganKu maka Aku berikan, tapi Aku akan menjauhkan kalian dari syurgaKu”
Kerugian meninggalkn solat:
Subuh: Cahaya wajah akan pudar.
Zuhur: Berkat pendapatan akan hilang.
Ashar: Kesehatan mulai terganggu.
Maghrib: Pertolongan anak akan jauh di akhirat nanti.
Isya’: Kedamaian dlm tidur sukar didapatkan.
Sebarkan dgn ikhlas. tiada paksaan dalam agama
Niatkan ibadah (sebarkan ilmu walau 1 ayat)
Nasihat Kubur :      
1). Aku adalah tempat yg paling gelap di antara yg gelap, maka terangilah .. aku dengan TAHAJUD
2). Aku adalah tempat yang paling sempit, maka luaskanlah aku dengan ber SILATURAHIM .
3). Aku adalah tempat yang paling sepi maka ramaikanlah aku dengan perbanyak baca .. AL-QUR'AN.
4). Aku adalah tempatnya binatang2   yang menjijikan maka racunilah ia dengan Amal SEDEKAH,
5). Aku yg menjepitmu hingga hancur  bilamana tidak Solat, bebaskan jepitan itu dengan SHOLAT
6). Aku adalah tempat utk merendammu dgn cairan yg sangat amat sakit,   bebaskan rendaman itu dgn PUASA..
7). Aku adalah tempat Munkar & Nakir bertanya, maka Persiapkanlah jawabanmu dengan Perbanyak mengucapkan Kalimah “LAILAHAILALLAH”
Sampaikanlah tulisan ini kepada teman-teman lainnya. Siapa tahu, tulisan ini, bisa menjadi petunjuk juga hidayah bagi sebagian orang.

Wallahua’lam bisshawab

Selasa, 13 Maret 2018

MUTIARA TERINDAH

Khadijah…
Beliau diberikan kehormatan
Khadijah… Khadijah…


Jibril datang kepada Rasulullah salallahu’alaihi wasaalam, dan Jibril mengatakan
“Ya Rasululllah, sampaikan salam Rabbnya Khadijah, untuk Khadijah ‘alaihi salam, dan sampaikan juga salamku untuk Khadijah.”

Salam dari Jibril untuk Khadijah.
“Wa Basyirha, Dan berikan kabar gembira untuk Khadijah.
Bi Baitin Fil Jannah, Dengan sebuah rumah di Surga.
Minkhasab, Sebuah rumah yang terbuat dari mutiara. Sebuah rumah yang didalamnya tidak ada kegaduhan, tidak lelah lagi, tidak ada kesulitan, tidak ada kepedihan, tidak ada yang menyakiti, tidak ada yang mengganggu.”

Kenapa Khadijah diberikan sebuah rumah dari Mutiara? Karena Khadijah Mutiara
Dialah pertama yang memberikan Iman. Iman adalah Mutiara. Untuk Hati Khadijah.
Dan Mutiara yang menerangi , seluruh hati-hati umatnya saat ini, terutama kita yang berada disini.

Mutiara itu indah, dan keindahannya sulit dihancurkan, dan itu adalah Khadijah.
Dia Mutiara namun sanggup hidup, dalam kondisi yang sangat sulit .

“Bait minkhasab la Sakhab, yang didalamnya tidak ada teriakan.”
Kenapa tidak ada teriakan di rumah Khadijah di Surga? Karena Khadijah tidak pernah meneriaki suaminya, Khadijah tidak pernah meninggikan suaranya, di depan suaminya.

Khadijah hanya punya kelembutan
Khadijah hanya punya kasih sayang
Khadijah hanya punya cinta
Khadijah kebaikannya Khalid
Khadijah kebaikannya abadi

Oleh karena itu, Allah muliakan Khadijah dengan Bait minkhasab la Sakhab, berkah rumah Khadijah.

Dimana suami dan istri sama-sama tidak pernah meninggikan suaranya.
Suara yang keluar hanya cinta, suara yang keluar hanya kasih sayang, suara yang keluar hanyalah keberkahan, rumah yang tidak ada lelahnya.

Cukup Khadijah lelahnya di dunia.
Cukup Khadijah perjuangannya di dunia.
Cukup Khadijah kebaikannya di dunia.
“Cukup”, kata Allah ”Kamu cukup.”

Maka Allah muliakan dengan sebuah rumah, yang didalamnya tidak ada kesulitan.
Untuk para perempuan, jadilah Khadijah yang tidak pernah menyulitkan suaminya.
Jangan sulitkan suami kamu, jangan mengeluh, jangan keluarkan ucapan yang buruk, maka kamu benar-benar jadi Khadijah.

Salah satu keutamaan Khadijah dia perempuan, yang hidup tanpa mengeluh, apapun kondisinya. Dia perempuan yang punya kekuatan untuk tidak mengeluh. Kalau kamu ingin mengeluh, mengeluh hanya kepada Allah dan mintalah pertolongan hanya kepada Allah.

Pelajaran terpenting adalah Khadijah diberikan rumah dari mutiara yang didalamnya, tidak ada risbut-ribut, karena Khadijah tidak pernah ribut, Khadijah diberikan rumah yang tidak ada lelah dan kesusahan karena Khadijah tidak pernah membuat suaminya lelah. Justru Khadijah selalu memberikan kekuatan.

“Khadijah, Aina Mitlu Khadijah,” kata Rasul,”Khadijah, dimana ada perempuan seperti Khadijah?, Dia mendukungku ketika semua menyakitiku, dia memberikan rasa aku berharga, aku dicintai, aku diterima, aku didukung.”

Itulah ruhnya Khadijah. Spirit Khadijah untuk suaminya, dan Khadijah tidak pernah mengeluh. Dia hanya tersenyum, dan tersenyum, sampai akhir wafatnya. Dia mengatakan “Ya Rasulullah, aku perempuan tua, aku lemah, hartaku habis, tapi aku ingin mendukung, aku ingin kuatkan perjuanganmu. Kalau aku harus wafat, dan tulangku bisa kau jual dengan dinar dan dirham untuk membantu agamamu, lakukan Ya Rasulullah, lakukan.”

Maka Khadijah selalu jadi yang terindah, untuk Rasulullah salallahu’alaihi wasalam.
“Khadijah, Aina Mitlu Khadijah, adakah perempuan seperti Khadijah? Dimana aku cari perempuan seperti Khadijah”
Bahkan Rasullullah ketika sudah menaklukkan kota Mekkah, Mekkah sudah ada ditangan Rasullullah, Rasullullah tidak memilih tinggal di sebuah rumah. Namun rasulullah mendirikan sebuah tenda di samping dan di sisi Makam Khadijah.

“Aku inginkan Khadijah, aku rindu Khadijah, dia perempuan yang selalu jadi mutiara, Khadijah.”

Jangan pernah meneriaki suami, jangan menyusahkan suami, jangan menyusahkan kehidupannya, maka kamu benar-benar Khadijah. Kamu bisa jadi Khadijah. Kita semua. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

-          Ustadzah Haneen Akira Lc.


Bunsay 6 : Pantulan Warna Zona 6-7-8