Persepsi Tentang Manajemen Waktu
Sejak dulu, saya percaya bahwa manajemen waktu seseorang akan semakin baik seiring dengan semakin banyaknya kegiatan atau amanah yang perlu ditunaikan. Mengapa? Karena waktu-waktu dalam sehari yang sebagian besar diisi dengan produktivitas akan membuat kita merasa tidak punya banyak waktu luang, sehingga, suatu pekerjaan akan dikerjakan dengan lebih cepat dan efektif karena setelahnya perlu mengganti fokus untuk mengerjakan yang lainnya, dan begitulah seterusnya. Tak heran kiranya jika orang-orang yang berprestasi, baik di akademis maupun non-akademis, biasanya adalah orang-orang yang produktif memanfaatkan waktunya.
Bagaimana Saya Membagi Waktu?
Pertama, sebenarnya saya bukan tipe orang yang perfeksionis dalam memperlakukan waktu hingga terperinci menit demi menitnya saya perlu melakukan apa. Meskipun demikian, saya terbiasa mengelompokkan semua kegiatan yang perlu saya lakukan dalam kelompok penting atau genting. Ya, bagi saya semua penting, hal ini dilakukan supaya saya tidak melalaikan hal-hal kecil yang padahal sebenarnya perlu diselesaikan juga. Oleh karena itu, prioritas biasanya tidak terletak pada hal penting, tapi hal genting.
Kedua, menghadirkan fokus yang utuh setiap kali sedang mengerjakan sesuatu. Dengan alasan ini, saya seringkali menolak untuk mengerjakan pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah, atau sebaliknya; kecuali memang sangat genting dan tidak bisa ditunda lagi, tapi sebisa mungkin saya mengupayakan agar hal-hal semacam ini tidak terjadi. Begitu juga dengan amanah-amanah dari luar yang bukan urusan kantor dan bukan juga urusan rumah, sebisa mungkin dikerjakan di waktu yang tidak menganggu satu sama lain.
Ketiga, jangan tunda-tunda tugas/pekerjaan/amanah yang bisa disegerakan. Bagi saya, dan mungkin juga bagi kita semua, ini adalah hal yang sulit. Tapi, penundaan atau prokrastinasi ini, jika tidak dihindari, maka akan berdampak banyak (dan biasanya buruk) bagi banyak hal: pekerjaan tidak selesai dengan optimal, amanah berceceran, rasa terburu-buru, daaan tanpa sadar membuat kita jadi malas.
Keempat, tidur dan makan yang cukup dan sehat. Korelasinya mungkin agak berjarak dengan manajemen waktu. Tapi, bagi saya ini penting, terutama untuk menjaga agar energi saya cukup untuk melakukan banyak hal dalam sehari. Saya hampir tidak pernah begadang, masih bangun sampai jam 12 malam adalah prestasi, hehe, karena kalau jam tidur terganggu tapi terbuang percuma, biasanya besok paginya saya moody dan uring-uringan. Saya juga hampir tidak pernah malas makan, karena kalau belum makan saya sulit fokus dan apa yang sedang dikerjakan biasanya jadi berantakan.
Kelima, bergerak dan teruslah bergerak melakukan sesuatu: belajar, berbagi, berdiskusi, berkarya, atau apa saja yang membuatmu positif dan produktif. Ini penting juga, karena kalau terlalu banyak diam nanti malah jadi malas.
Keenam, sesekali me-time itu boleh. Iya, meski seringnya banyak berkegiatan, paling tidak sekali dalam seminggu saya punya waktu sendiri (terutama jika sebelumnya habis bertemu dengan banyak orang). Apa yang dilakukan? Bebas, apapun yang menyenangkan: tidur, baca buku, nonton film kartun, lettering, atau lainnya. Hal ini biasanya bisa membangkitkan kesiapan supaya besoknya bisa produktif lagi.
Lalu, terakhir tapi utama, saya termotivasi oleh pembahasan dalam Al-Qur’an soal waktu, bahwa sebenarnya jika kita gagal mengelola waktu maka kita akan merugi karena waktu tidak akan pernah bisa kembali. Semenit berlalu, selamanya ia telah berlalu. Dan, penyesalan kita tidak pernah bisa mengembalikan apapun yang telah berlalu.
Begitu kira-kira yang bisa saya ceritakan. Ambil baiknya, buruknya jangan, ya. Semoga kita termasuk pada orang-orang yang percaya bahwa waktu adalah milik-Nya dan tugas kita adalah memanfaatkannya dengan baik; bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain.
- Repost from Tumblr Novieocktavia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar