Bagi yang paham, apabila sedang berada dalam proses menuju pernikahan, saat ditanya perihal niatan menikah, maka mayoritas jawabannya adalah sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Subhanallah.. betapa mulianya niat tersebut. Nah.. pertanyaannya, betulkah niatnya lurus untuk Allah dan hanya karena Allah? Hehehe.. biasanya, saat ditanya demikian, kita akan mengangguk yakin bahwa niatannya betul-betul lurus untuk ibadah kepada Allah. Tapi sekali lagi, betulkah demikian?
Melalui postingan kali ini, yuk kita sama-sama analisis kelurusan niatan menikah kita. As usual based on my own experiences
Subhanallah.. Allah sungguh luar biasa. Pada saat saya sedang berproses ta’aruf kemarin, kami dipertemukan dengan seorang ustadz yang luar biasa pula, dan memang berkapasitas untuk menasihati orang-orang mengenai ilmu-ilmu pernikahan dalam Islam, terutama yang sedang dalam proses ta’aruf seperti kami.
Masih tampak jelas dalam ingatan saya, sore itu kami duduk di ruang buku ustadz tersebut, bersiap untuk mendengarkan berbagai wejangan demi kemudahan proses kami menuju pernikahan. Saya pribadi pada saat itu membayangkan akan menerima nasihat-nasihat indah yang menggiring harapan baik menuju pernikahan idaman. Hati saya dipenuhi pengharapan akan mendapatkan penjelasan mengenai langkah demi langkah yang jelas, untuk mencapai pernikahan yang barakah.
Pertemuan pertama saya dengan ustadz memperlihatkan saya pada sosok bapak yang tampak sangat bijaksana. Beliau ini merupakan mantan preman, yang setelah hijrah, malah semakin melesat dan kini sudah mendirikan banyak sekali rumah tahfidz untuk para santri penghafal Al Qur’an, subhanallah. Tak hanya itu, dunia kini justru berduyun-duyun mengejarnya.
Ustadz membuka percakapan melalui perkenalan dengan kami terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan bertanya mengenai kesibukan kami sehari-hari. Obrolan kami berlangsung sangat santai seperti sedang silaturahim biasa, bukan berguru atau memohon nasihat. Kami pun akhirnya menyampaikan niat kedatangan kami. Ustadz tersebut tersenyum memandangi kami yang saat itu sedang dalam proses ta’aruf. Bukannya memberikan nasihat, beliau malah meluncurkan pertanyaan, yang hingga sekarang menjadi pedoman kuat saya dalam pelurusan niat menikah. Simak baik-baik ya..
“Nak.. kalau kalian yang sudah berproses hingga sejauh ini ternyata pada akhirnya kalian tidak berjodoh, tidak bisa sampai ke pernikahan..” beliau menghela nafas sebentar, kemudian menatap kami, “Bagaimana perasaan kalian?”
Seketika kami terdiam. Bagi saya pribadi, itu merupakan hal yang tidak pernah saya bayangkan sama sekali sebelumnya. Saking saya menikmati proses ta’arufyang indah sesuai syariat Allah, tidak sekalipun terlintas dalam benak saya apabila kelak ternyata kami sebetulnya tidak berjodoh. Saya terdiam cukup lama, merenungkan seandainya hal tersebut benar-benar terjadi. Tidak terbayang sama sekali.
Ustadz memecah keheningan kami dengan mengulang kembali pertanyaan yang sama, “Bagaimana seandainya ternyata setelah berproses sejauh ini, ternyata kalian tidak bisa sampai ke pernikahan sebab kalian memang tidak ditakdirkan Allah untuk berjodoh?” Kami terdiam kembali dan benar-benar membayangkan apabila kelak hal tersebut benar terjadi. Dan akhirnya ustadz bertanya kembali, “Bagaimana perasaannya? Ternyata berat ya membayangkan bila setelah berproses sejauh ini ternyata tidak bisa sampai ke pernikahan?” Saya mengangguk dalam hati. Sungguh berat sekali membayangkan apabila benar suatu hari ternyata proses kami harus terhenti atas alasan apapun, sebab proses kami indah sekali, khususnya bagi saya.
“Nak.. rasa berat hati saat membayangkan seandainya diri tidak berjodoh dengan pasangan yang sedang berproses sekarang merupakan tanda bahwa niat menikahmu belum lurus untuk Allah SWT.”
Subhanallah.. JLEB!!
“Ucapanmu mengenai niatan menikah karena Allah, demi ibadah yang lebih lengkap, pengutuhan keimanan, dll.. mudah sekali diuji kebenarannya dengan cara demikian tadi. Bayangkan bila seandainya tidak berjodoh. Ucapanmu diuji melalui rasa hatimu yang jelas tidak bisa berdusta.”
Seketika itu diri ini diliputi muhasabbah yang sangat dalam. Pernyataan ustadz tersebut berputar-putar di kepala. Saya menunduk. Benar, sangat benar. Rasa hati yang berat itu merupakan bukti nyata bahwa niatan menikah saya belumlah lurus karena Allah. Ustadz tersenyum. Tampak dari wajahnya, beliau sangat memahami jawaban dalam hati kami.
Beliau kemudian melanjutkan,
“Sebetulnya, bila niatan menikahnya benar-benar lurus, rasa berat hati apabila ternyata tidak bisa bersatu dalam pernikahan itu tidak akan ada. Hati yang lapang menerima dengan ikhlas atas apapun ketentuan-Nya bisa dengan mudah dimiliki apabila diri sudah sangat yakin bahwa apapun yang terjadi di muka bumi ini, sebenarnya merupakan ketentuan baik dari Allah. Lagipula, bila benar ternyata tidak berjodoh, berarti Allah sedang siapkan yang benar-benar terbaik menurut-Nya. Apa yang harus disedihkan?”
Saya menenggelamkan diri dalam muhasabbah yang lebih dalam lagi. Saya mengangguk lebih kencang dalam hati. Iya benar, itu benar, sangat benar. Ustadz melanjutkan kembali, “Jadi untuk menggapai pernikahan yang barakah, pertama-tama.. luruskan dulu niat menikahmu, sebab itu yang sebetulnya cukup sulit. Bila niatan sudah lurus, selebihnya insyaAllah akan dimudahkan.”
Ustadz menyampaikan kalimat demi kalimat dengan penuh ketenangan dan diwarnai senyuman yang sangat bijaksana. Sungguh, hari itu merupakan pembelajaran luar biasa. Yang awalnya mengharapkan nasihat langkah demi langkah menuju pernikahan barakah, justru dihadiahi nasihat yang sangat mendasar dan menjadi pondasi kokoh diri sebelum melangsungkan proses pernikahan.
Perjumpaan kami hari itu ditutup dengan sebuah pemaparan indah dari ustadz.
“Nak.. tidak ada masalah sama sekali dengan hasil akhir yang tidak sesuai dengan harapan sekalipun, apabila dalam prosesnya kalian sama-sama menjalaninya penuh ketaatan kepada Allah disertai dengan niat yang lurus. Dan sekali lagi, niat yang lurus bisa diukur dengan bertanya pada diri sendiri perihal ikhlas atau beratkah bila ternyata tidak saling berjodoh. Yakinlah Allah pasti berikan keputusan yang terbaik bagi hamba-Nya. Jadi sebetulnya tak ada alasan bagi kita berberat hati terhadap apapun yang tak sesuai dengan harapan. Saya doakan, semoga niat lurus selalu bersemayam dalam hati kalian. Dan bila belum lurus, maka berlatihlah terus.”
Subhanallah.. sebuah perjumpaan yang sangat bermakna. Sejak saat itu, setiap hari saya melatih diri meluruskan niat saya menikah. Setiap ada sedikit perasaan yang beranjak semakin dalam pada calon pasangan, seketika saya menarik diri dan meluruskan niat saya kembali, hanya untuk Allah, dan karena Allah. Hari demi hari saya berulang kali memaksakan diri meluruskan niat menikah yang sejujurnya tidak mudah, hingga akhirnya saya menemukan diri saya terbiasa dengan niatan menikah yang lurus, insyaAllah.
Alhamdulillah, sebuah pertemuan singkat dengan ustadz tersebut mampu mengkokohkan pondasi utama proses menikah, yaitu dalam hal pelurusan niat menikah. Hingga akhirnya saya menyadari, tidak ada kekhawatiran sedikitpun aapabila ternyata jodoh saya bukanlah dia yang sedang berproses dengan saya. Cukuplah saya menjalankan prosesnya sesuai dengan yang Allah suka, dan hasilnya biar Allah yang tentukan, suka-suka Allah saja. Tapi bukan berarti saya tidak serius menjalankannya. Saya hanya berpegang teguh bahwa apapun yang jadi ketentuan Allah, pastilah yang terbaik. Menikah kapanpun pada waktu terbaik-Nya, dengan siapapun pilihan terbaik-Nya. Alhamdulillah, ringan sekali rasanya menjalani kehidupan dimana segala sesuatu hal digantungkan harapannya hanya kepada Allah dan hanya untuk Allah. Sebuah anugerah yang tidak semua orang bisa miliki bila ia tidak yakin kepada-Nya. Terimakasih ya Rabb, I love You more
WA dari temen thanks bro, sudah mau mengingatkan
WA dari temen thanks bro, sudah mau mengingatkan
Sumbernya masih nyari sampai sekarang :) Siapapun yang menulis tulisan ini semoga senantiasa mendapat ridho dan petunjuk-Nya. Memanen pahala dari setiap yang baca Terimakasih
Source copy from baguskah tumblr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar