Selasa, 01 Mei 2018

Tentang Menikah #1: Seni Mengalah

Saat mempersiapkan pernikahan, saya mendapatkan ide untuk meminta tips dalam mengarungi rumah tangga dari sahabat, rekan, atau saudara yang hadir dalam pernikahan kami, dengan cara menyediakan kertas dan meletakkan toples yang saya namai dengan ‘Tip Jar’ di depan pintu masuk.
Beberapa hari setelah resepsi usai, saya mulai membaca satu persatu pesan yang ditulis. Menyenangkan rasanya mendapatkan saran dari orang - orang terdekat kita, karena kita tahu pasti mereka akan memberi saran yang terbaik dari mereka, dan belajar dari pengalaman orang lain akan jauh lebih efisien dibandingkan untuk menunggu belajar dari pengalaman kita sendiri. Dari beberapa saran tersebut, rata-rata yang saya dapatkan adalah saran untuk mengalah dengan pasangan.
Dari buku-buku yang pernah saya baca sebelum menikah, saya sudah cukup memahami bahwa salah satu bekal untuk menikah adalah bagaimana kita belajar mengalah. Dan setelah menikah, pentingnya seni mengalah dalam berumah tangga makin terasa :).

Setelah menikah, kepentingan keluarga menjadi lebih utama dibandingkan kepentingan pribadi.
Bagaimana kita harus mengalah dengan menunda meraih ambisi diri jika kondisi rumah tangga belum memungkinkan, atau bahkan mengurungkannya jikalau ternyata setelah diskusi dengan pasangan hal tersebut kurang sesuai dengan cita-cita bersama.
Bagaimana kita harus mengalah demi kebutuhan pasangan. Bagaimana sang suami membatalkan agenda berlibur dengan rekan sekantor saat sang istri membutuhkannya untuk mengantarkannya memeriksakan kehamilan misalnya. Bagaimana sang istri menunda keperluannya demi mengutamakan kebutuhan suami. Seorang istri wajib memenuhi kapanpun panggilan suami untuk menunaikan hajatnya, meskipun ia sedang di dapur. Bahkan untuk berpuasa sunnah pun, Allah haramkan jika tanpa seizin suami. 

Setelah menikah, keharmonisan keluarga tak mungkin datang tiba-tiba. Ia adalah sesuatu yang harus diupayakan. Karena mencintai, adalah kata kerja.
Bagaimana kita harus mengalah untuk berusaha memahami karakter satu sama lain. Bagaimana kita harus mengalah untuk menerima kekurangan pasangan, kalau perlu kita beri masukan nasihat namun tetap dengan cara yang baik. Bagaimana sang suami harus mengalah untuk bersabar saat sang istri lupa di mana menaruh kunci untuk kesekian kalinya misalnya. Atau bagaimana sang istri harus mengalah untuk bersabar saat sang suami menaruh barang secara sembarangan sepulang kerja.
Bagaimana kita harus mengalah untuk belajar memahami kondisi pasangan.  Bagaimana sang suami harus mengalah untuk meminta maaf pada istrinya yang sedang ngambek meskipun sang suami masih belum tahu apa salahnya. Mungkin sedang PMS :). Atau bagaimana sang istri harus mengalah untuk tidak berkeluh kesah kepada suami jika melihat suaminya sedang kelelahan dan tidak mood sepulang kerja. 
Bagaimana kita harus mengalah untuk menyesuaikan diri kita dengan apa yang disuka atau tidak disuka pasangan. Suami suka masakan pedas istrinya tidak, ya sang istri mengalah untuk belajar membuat sambal. Sang istri penyuka jalan-jalan tapi suami tidak, suami hendaknya mengalah untuk mengantarkan istri :). Suami tidak suka durian tapi istri suka banget, sang istri jangan mengkonsumsi durian saat bersama suami dan berkumur atau menggosok gigi setelah mengkonsumi durian. Istri tidak suka suara dengkuran, suami belajar posisi tidur supaya tidak mendengkur.
.
Yang harus diingat, awas, jangan sampai terbalik. Posisikan diri kita sebagai pihak yang mengalah, bukan sebaliknya. Jangan sampai ada perkataan atau perbatinan seperti ini, ‘Dia kan tahu aku begini-begitu,  harusnya dia maklum dong, bukannya ngomel aja tiap hari’. Jangan, ya! :)

- Repost from zakiyaz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bunsay 6 : Pantulan Warna Zona 6-7-8