Selasa, 01 Mei 2018

Tentang Menikah: 2# Aku Bukan Malaikat, Kau Bukan Bidadari

Setelah akad terucap, perasaan bahagia menyeruak di hatinya. Senyumnya terus mengembang. Akhirnya ia menghalalkan sesosok wanita yang di matanya terlihat sempurna tanpa cela.
Seminggu, dua minggu, sebulan, setahun berlalu. Perlahan - lahan ia melihat hal yang kurang ia sukai dari pasangannya. Karakter pasangannya perlahan - lahan mulai tampak, termasuk kekurangannya. Begitu banyak kekurangan pasangannya yang ia lihat dan betapa seringnya cekcok yang terjadi, hingga terbersit di pikirannya, apakah aku telah menikahi orang yang salah?
Naudzubillahi min dzalik. 
Saat mencari pasangan hidup, tidak jarang seseorang memiliki segudang kriteria. Semuanya harus baik. Padahal tidak ada insan yang sempurna, tanpa salah, tanpa cela. Insan, jika dilihat dari aspek bahasa, berasal dari tiga akar kata. Salah satunya  نَسِيَ (nasiya) yang berarti lupa. Sehingga manusia terkadang bisa lupa dan  mudah dipengaruhi syaithan untuk melakukan perbuatan tercela.
Bahkan sesosok Nabi pun pernah melakukan kesalahan. Seperti Nabi Yunus yang ditelan ikan  Paus sebagai teguran dari Allah karena marah dan meninggalkan kaumnya karena dakwahnya tidak diindahkan. Pun Nabi Muhammad yang pernah ditegurNya karena mengharamkan madu yang hukum asalnya halal untuk menyenangkan istrinya.


Kau bukan Malaikat, dia pun bukan Bidadari. Jika akhlaqmu tak seperti Muhammad, mengapa mendamba sosok  yang serupa Khadijah? 
Mungkin istrimu tak pandai memasak, namun ternyata ia amat piawai mendidik anak. 
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.“ 
( QS An-Nisa’:19) 
Mungkin suamimu tak pintar merayu, namun jerih payahnya dalam mencari nafkah untukmu, mendidikmu dan menjagamu dari api neraka, cukup menjadi alasan atas sabda Rasulullah,
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya”.


Maka, kuncinya adalah:
1. Tidak berekspektasi berlebihan, karena tak ada manusia yang sempurna.
Sebelum atau awal-awal menikah terkadang ekspektasi dan pandangan seseorang terhadap pasangannya begitu besar. Hal tersebut wajar karena saat jatuh cinta, seperti dikatakan seorang Profesor Neurosains Harvard Medical School (klik di sini untuk melihat sumber), terjadi  perubahan neurotransmitter di otak, dan terjadi deaktivasi jalur neural yang bertanggung jawab terhadap emosi negatif. Salah satunya menurunnya fungsi penilaian kritis terhadap orang lain, termasuk penilaian orang yang dicintai. Ketika kadar neurotransmitter tersebut menurun, pikiran pun seakan ‘kembali jernih’. 
2. Bersyukur akan apa yang ada pada pasangannya. Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita. Karena boleh jadi kita tidak menyukai sesuatu padahal menurutNya itu baik untuk kita.
 3. Menundukkan pandangan, serta tidak membanding-bandingkan pasangan dengan orang lain.
 Ada sebuah kisah yang beberapa kali pernah saya baca, tentang seorang suami yang mengadukan perasaannya kepada seorang Syaikh. Ia berkata, 
"Ketika aku mengagumi calon istriku seolah-olah dalam pandanganku ALLAH tidak menciptakan perempuan yang lebih cantik darinya di dunia ini. Ketika aku sudah meminangnya, aku melihat banyak wanita seperti dia. Ketika aku sudah menikahinya aku lihat banyak wanita yang jauh lebih cantik dari dirinya. Ketika sudah berlalu beberapa tahun pernikahan kami, aku melihat seluruh perempuan lebih manis dari pada istriku." 
Sang Syaikh berkata, 
"Apakah kamu mau aku beritahu yang lebih dahsyat dari pada itu dan lebih pahit?" 
Pria tersebut menjawab, 
"Iya, mau.” 
Syaikh melanjutkan, 
“Sekalipun kau kawini seluruh perempuan yang ada di dunia ini, pasti anjing yang berkeliaran di jalanan itu terlihat lebih cantik dalam pandanganmu daripada mereka semua." 
Pria penanya itu tersenyum masam, lalu ia berujar, 
"Kenapa Tuan Syaikh berkata demikian?" 
"Karena masalahnya bukan terletak pada istrimu. Tapi masalahnya adalah bila manusia diberi hati yang tamak, pandangan yang menyeleweng, dan kosong dari rasa malu kepada Allah, tidak akan ada yang bisa memenuhi pandangan matanya kecuali tanah kuburan.”
 Sang Syaikh melanjutkan, 
“Jadi, masalah yang kamu hadapi sebenarnya adalah kamu tidak menundukkan pandanganmu dari apa yang diharamkan Allah. Sekarang, apakah kamu menginginkan sesuatu yang akan mengembalikan kecantikan istrimu seperti pertama kali kamu mengenalnya? Ketika ia menjadi wanita tercantik di dunia ini?" 
Pria itu menjawab, 
"Iya, mau sekali.”
“TUNDUKKAN PANDANGANMU“, jawab sang Syaikh. 
THE LAST but not least, untuk kamu yang sedang dalam pencarian atau penantian, jangan bosan untuk terus memperbaiki diri yaa :). Karena laki – laki yang baik untuk wanita yang baik, kan, begitu pula sebaliknya :).


Bekasi, 17 April 2018.
Dari seorang istri yang masih belajar menjadi istri terbaik untuk suami terbaik. 

Repost from tumblr zakiyaz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bunsay 6 : Pantulan Warna Zona 6-7-8