Tulisan ini adalah resume dari Seminar 7 Pilar Pengasuhan oleh Ibu Elly Risman yang diselenggarakan di Bandung, 11 Maret 2017. Padatnya materi membuat resume ini perlu disajikan dalam beberapa bagian. Untuk membaca bagian-bagian selanjutnya, klik disini.
Dalam dua tulisan sebelumnya, kita telah membahas mengenai apa dan mengapa anak-anak sekarang memilih untuk mengambil jalur the exit door yang tergambarkan dalam berbagai fenomena yang sedang terjadi di era digital ini. Jika ditarik garis lurus, akar dari permasalahan-permasalahan ini adalah rapuhnya 7 pilar pengasuhan. Padahal, sebenarnya 7 Pilar Pengasuhan itu sendiri dapat menjadi solusi yang komprehensif. Seperti apakah itu?
1. KESIAPAN MENJADI ORANGTUA
Hari ini zaman sudah berubah. Pengasuhan tidak bisa lagi dilakukan hanya dengan copy-paste pola pengasuhan yang orangtua berikan dulu kepada kita. Akan baik jika pengasuhan terdahulunya itu baik, tapi apa kabar jika ternyata rantai pengasuhan yang tidak efektif malah jadi tidak terputus? Padahal, dalam Q.S An-Nisa ayat 9 Allah memperingati kita agar takut kepada Allah jika kita meninggalkan di belakang kita anak-anak yang lemah. Kalau begitu, apa yang perlu dilakukan? Bersiaplah, bahkan jauh-jauh hari sebelum tahu dengan siapa dan kapan akan menikah. Persiapkan semuanya: keimanan, ilmu, fisik, dan lain-lain. Satu hal yang penting, dalam pengasuhan anak, kita perlu sadar bahwa anak adalah titipan Allah. Maka, mengasuh berarti bahwa kita akan menjadi baby sitternya Allah, yang kelak Allah pasti memintai kita pertanggungjawaban atas pengasuhan tersebut. Yuk, bersiap!
2. DUAL PARENTING, PULANGKAN AYAH KE SINGGASANANYA
Pada umumnya, pengasuhan anak hampir sebagian besar diserahkan kepada Ibu, seolah itu sudah menjadi tanggung jawab Ibu di rumah. Sementara itu, peran ayah seolah hanyalah di luar rumah dan mencari uang. Adapun ketika berinteraksi dengan anak, hanya sebatas menanyakan hal-hal yang formalitas, “Adek PR udah dikerjain belum? Uang jajan masih ada?” Padahal, tidak terlibatnya ayah dalam pengasuhan akan berdampak pada kebutuhan jiwa dan spiritual anak yang tidak terpenuhi, Ibu Elly Risman mengistilahkannya dengan ‘anak-anak yang sunyi jiwanya’. Pada anak laki-laki, kurangnya peran ayah bisa mengakibatkan anak menjadi nakal, agresif, terlibat narkoba, dan bahkan melakukan seks bebas. Sedangkan, pada anak perempuan, kurangnya peran ayah bisa mengakibatkan anak menjadi rentan terhadap depresi dan seks bebas. So, “Ayah, pulanglah ke peranmu, duduklah di singgasana tanggung jawabmu, dan didiklah anak-anakmu sesuai dengan perananmu!”
3. TETAPKAN DAN SEPAKATI TUJUAN PENGASUHAN
Sebelum menikah atau memiliki anak, tetapkanlah dulu tujuan pengasuhan yang jelas. Dalam menetapkannya, sebaiknya jangan ikut-ikutan dengan tujuan pengasuhan yang dimiliki oleh keluarga lain terhadap anak-anaknya karena setiap keluarga itu unik dan memiliki visi dan misinya masing-masing. Satu hal yang penting, mendidik dan mengasuh anak sejatinya bukanlah untuk menjadikannya sukses di dunia, tapi untuk menjadikannya sebagai hamba Allah yang takwa.
4. KOMUNIKASI BENAR, BAIK, DAN MENYENANGKAN
Banyak kasus anak-anak yang memilih untuk mengambil jalan pintas dan melalui The Exit Door karena mereka merasa perasaannya tidak pernah disapa dan dimengerti. Melalui berkomunikasi dengan benar, baik, dan menyenangkan, diharapkan anak akan merasa dirinya berharga bermula dari dalam keluarga. Seperti apakah itu? Pembahasan tentang ini akan dibahas di tulisan selanjutnya, ya!
5. PENANAMAN NILAI AGAMA OLEH ORANGTUA
Dalam seminarnya, Ibu Elly Risman menyampaikan bahwa modal terbesar yang perlu dimiliki oleh kita sebagai orangtua dan calon orangtua adalah rasa takut kepada Allah. Maka, kurang bijak kiranya jika kita men subkontrakkan pada sekolah, guru, atau bahkan taman pendidikan agama. Padahal, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang pengasuhan anak dan penanaman nilai-nilai tauhid adalah orangtua dari anak tersebut, bukan guru, sekolah, atau orang lain. Oleh karena itu, bekalilah diri dengan ilmu-ilmu agama agar bisa menjadi orang pertama yang mengajarkannya kembali kepada anak-anak kelak.
6. PERSIAPAN MASA BALIGH
Banyak remaja-remaja sekarang yang seolah tidak siap untuk menjadi remaja. Mereka tidak mengerti perbedaan peran laki-laki dan perempuan, perbedaan seks dan seksualitas, dan tumbuh dengan pertumbuhan fisik dan psikologis yang tidak seimbang. Kebanyakan orangtua luput untuk mempersiapkan ini untuk anak-anaknya. Bahkan, banyak juga remaja-remaja yang panik dan sangat bingung ketika mendapati dirinya haid atau mimpi basah untuk pertama kali. Oleh karena itu, jangan tabu dalam membicarakan dan mempersiapkan ini untuk anak-anak (atau adik-adik) kita. Pesan Ibu Elly Risman, “Jangan ditunda, mau sampai kapan? Kan, anak kita hidup di era digital.”
7. BIJAK BERTEKNOLOGI
Teknologi bukanlah sesuatu yang harus dihindarkan dari kehidupan anak-anak kita sebab mereka memang hidup di era digital yang tidak terlepas dari perkembangan teknologi. Hanya saja, sebagai orangtua (dan calon orangtua) kita perlu bijak. Salah satu contohnya adalah dalam hal memberikan gadget kepada anak. Sebelum memberikan gadget, diskusikan dulu kebutuhannya(apakah memang butuh atau sekedar ingin), diskusikan tanggung jawabnya(buatlah aturan dan konsekwensi terkait jadwal pemakaian, durasi penggunaan, aplikasi yang boleh digunakan, dan biaya yang perlu dikeluarkan), serta diskusikan juga resikonya (jelaskan tentang hal negatif yang timbul dari penggunaan gadget, dll).
__________
Bersambung ke tulisan selanjutnya, ya!
Source : Novieocktavia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar